Sabtu, 23 Maret 2013

IHCS: Hak Atas Pangan Rakyat Indonesia Tidak Jelas

22 Maret 2013

JAKARTA, suaramerdeka.com - Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS) Gunawan menilai bahwa UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan terjadi ambiguitas. Hal ini terkait dengan tidak jelasnya standar dan indikator Hak Atas Pangan bagi rakyat Indonesia.

"Memang ada pernyataan bahwa Hak Atas Pangan adalah HAM. Tapi seperti apa standar dan indikator pemenuhan Hak Atas Pangan itu tidak jelas," kata Gunawan dalam Diskusi Tajam Ikatan Wartawan Online (IWO) di Redaksi Penaone.com, siang ini.

Menurut dia yang juga tidak jelas dalam UU Pangan tersebut adalah upaya untuk reformasi agraria kita. Padahal untuk mencapai pemenuhan hak pangan, maka seyogyanya harus mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan bertumpu pada hasil pertanian lokal dan itu harus diawali dengan reformasi agraria.

"Jadi bagaimana rakyat bisa terpenuhi bahan pangannya juga petani kita bisa sejahtera, maka ya harus ada reformasi agraria yang sebenarnya, bukan slogan semata. Hasil survei 2003 diketahui bahwa rata-rata petani kita hanya punya lahan 0,3 ha. Ya sulit untuk petani untung lumayan, sehingga dapat sejahtera," kata Gunawan yang juga anggota Kelompok Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan tersebut.

Selain itu juga perlu diatur tentang perdagangan pangan, sehingga tidak ada lagi upaya perusakan harga saat petani panen, serta lonjakan harga pangan yang akhirnya membuat rakyat sengsara.

"Jadi petani harus punya tanah yang cukup untuk dia bisa semangat bertani, karena untungnya lumayan. Juga harus ada kontrol negara soal perdagangan pangan. Jangan sampai petani dan konsumen kita jadi permainan kartel-kartel pangan," papar dia.
( Hartono Harimurti / CN26 / JBSM )

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/03/22/150046/IHCS-Hak-Atas-Pangan-Rakyat-Indonesia-Tidak-Jelas

Jumat, 22 Maret 2013

Ungkap Gejala Krisis Petani

21 Maret 2013

BADAN Pusat Statistik (BPS) kembali akan melakukan sensus pertanian yang secara periodik dilakukan tiap 10 tahun. Sensus pertanian terakhir telah di lakukan pada tahun 2003. Menurut Kepala BPS, Suryamin, Sensus Pertanian 2013 kali ini lebih lengkap dibandingkan tahun 2003. Banyak aspek yang dipotret BPS, termasuk aspek usaha. BPS tidak hanya menghitung jumlah petani, usia, jenis kelamin, tetapi juga petani di tiap-tiap subsektor seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Lebih jauh, BPS juga menghitung apakah komoditas itu diolah terlebih dahulu atau tidak. Berapa banyak yang melalui proses pengolahan. Hal ini penting dilakukan untuk melihat keterkaitan sektor budidaya pertanian dengan sektor industri, untuk melihat nilai tambahnya. BPS menyediakan dana Rp 1,59 triliun un-
tuk Program Sensus Pertanian 2013 yang dimulai 1-31 Mei 2013. Untuk melakukan sensus tersebut BPS menerjunkan 500 lebih satuan kerja (Satker) yang tersebar di seluruh Indonesia. Suryamin juga menyatakan usai apel siaga petugas Sensus Pertanian 2013 di Jakarta 8 Maret 2013, sensus meliputi 33 provinsi, 497 kabupaten, 6.793 kecamatan, 77.144 desa /kelurahan dan 858.557 blok, menggunakan 60.911 tim dan 243.664 petugas lapangan. Sensus pertanian meliputi aktivitas besar, yaitu kegiatan pendataan lengkap mulai 1-31 Mei mengenai seluruh rumah tangga sektor pertanian, yang memiliki usaha bidang pertanian yaitu tanaman pangan, hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat), perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan, baik pada rumah tangga maupun perusahaan atau lembaga masyarakat.

Harapan di Lapangan

Berdasarkan informasi, para petugas sensus direkrut melalui masyarakat. Karena sensus itu bertujuan mendapatkan data terkini di bidang pertanian yang benar-benar nyata atau faktual, maka BPS tentu telah menyiapkan petugas-petugas lapangan yang peduli pada bidang pertanian atau telah mengetahui seluk-beluk pertanian atau memang memiliki disiplin ilmu pertanian (lulusan SMK Pertanian atau Sarjana S1 Pertanian).
Dikhawatirkan dalam perekrutan petugas lapangan sensus pertanian yang dilakukan BPS itu hanya  serampangan. Misalnya, merekrut orang-orang yang menganggur atau setengah menganggur (disquised unemployment)
atau orang-orang yang sudah memiliki pekerjaan tetap berdasarkan nepotisme atau sistem famili yang semata-mata memberikan pekerjaan atau penghasilan, tetapi sosok-sosoknya tidak profesional. Jika demikian, maka jangan diharapkan hasil sensus pertanian itu faktual dan berbobot sehingga akan menyulitkan atau bahkan dapat menggagalkan program-program pembangunan pertanian di masa-masa mendatang. Mampukah BPS merekrut petugas sensus yang berkualitas ? Khusus pada subsektor tanaman pangan,
perlu diingat bahwa hasil Sensus Pertanian 2003 dapat dipastikan sangat berbeda dengan kondisi tahun 2013. Aspek-aspek yang juga harus dicatat sebagai data yang aktual pada Sensus Pertanian 2013 sebagai berikut:
1. Proses fragmentasi lahan. Proses fragmentasi lahan pertanian merupakan proses alamiah dan manusiawi, yaitu dipecah-pecahnya lahan milik petani untuk diberikan kepada anak-anaknya secara malwaris. Hal ini mengakibatkan lahan garapan milik petani akan semakin sempit, sehingga jumlah petani gurem semakin meningkat pesat.
2. Kondisi petani gurem. Petani ini merupakan petani subsistem, yaitu berusaha taninya hanya bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga, bukan petani komersial (mencari keuntungan).
Hasil usaha taninya tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehingga petani harus bekerja di luar usaha taninya sebagai buruh apapun.
3. Generasi penerus petani dan krisis petani. Berdasar pengamatan, saat ini tampak jelas bahwa anak-anak petani tidak mau bekerja sebagai petani seperti orangtuanya dengan alasan pekerjaannya berat dan hasil finansialnya kecil dan baru diterima setelah 3 - 4 bulan. Mereka lebih senang bekerja di luar usaha tani, yaitu di kota atau perkotaan yang dapat menghasilkan uang lebih banyak dan rutin setiap hari atau setiap minggu. Dengan kondisi demikian maka secara gradual akan mengakibatkan krisis petani, di mana lahan pertanian-
nya yang sangat sempit itu dijual terutama kepada orang yang bukan petani atau pihak pengembang perumahan.
4. Biaya produksi usaha tani. Agar dapat diperoleh data pendapatan petani yang nyata, maka harus diperhitungkan biaya usaha tani secara implisit, yaitu terutama tenaga kerja petaninya itu sendiri harus
dinilai upahnya.

 *) Ki Ir Hatta Sunanto MS, Pengamat Pembangunan Pertanian Faktual, Lektor Kepala pada Fakultas Pertanian Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta.

http://epaper.krjogja.com/?edisi=2013-03-21&fid=10012

Selasa, 19 Maret 2013

Kadin Usulkan Langkah Tangani Krisis Bawang

19 Maret 2013

Metrotvnews.com, Jakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan tiga langkah penanganan krisis bawang yang tengah melanda Indonesia.

Pengambilalihan tata niaga bawang oleh Perum Bulog dan penataan kebijakan impor diharapkan dapat membendung permainan 21 kartel bawang yang mengendalikan lebih dari 50% pangsa pasar.

Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto, melonjaknya harga bawang yang mencapai 6 kali lipat dari harga normal adalah akibat permainan dari 21 perusahaan yang mengendalikan lebih dari 50% pangsa pasar industri bawang.

Praktik 21 kartel bawang tersebut dikatakan Suryo harus ditangani dengan cepat oleh pemerintah agar masyarakat tidak dirugikan.

“Pemerintah harus segera melakukan perombakan tata niaga bawang demi kepentingan masyarakat banyak agar 21 kartel bawang tersebut tidak semakin merajalela di kemudian hari. Langkah pertama yang diusulkan Kadin Indonesia adalah Perum Bulog segera mengambil alih tata niaga bawang yang tentunya harus dibarengi juga dengan peningkatan pengawasan terhadap Perum Bulog,” ujar Suryo dalam siaran pers di Jakarta, Senin (18/3).

Langkah kedua yang perlu dilakukan pemerintah adalah mempermudah kucuran kredit atau pinjaman kepada para petani bawang agar para petani bawang tidak terjerat oleh tengkulak dan permainan 21 kartel bawang tersebut.

“Langkah ketiga yang juga penting untuk dilakukan adalah segera mengeluarkan kebijakan impor bawang yang tertata dan disalurkan oleh Perum Bulog sehingga dapat menetralisir harga di pasaran yang saat ini dikendalikan oleh 21 kartel bawang,” jelas dia.

“Tentunya kebijakan impor ini bukan berarti membuka pintu impor bawang seluas-luasnya sehingga dapat mematikan para petani bawang. Kebijakan impor dilakukan bila diperlukan, seperti dalam situasi sekarang ini, yaitu ketika pasar bawang tengah dikendalikan oleh para kartel yang menahan peredaran bawang. Dengan adanya kebijakan impor yang tertata, tentunya upaya para kartel bawang menghilangkan bawang dari pasaran dapat dicegah dan harga tidak bergejolak,” pungkas Suryo. (Andreas Timoty)

Editor: Basuki Eka Purnama

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/03/19/2/139529/Kadin-Usulkan-Langkah-Tangani-Krisis-Bawang

Minggu, 17 Maret 2013

Tak bisa andalkan petani, Mentan akan terus impor bawang putih

17 Maret 2013


Kementerian Pertanian menyatakan salah satu penyebab tingginya harga bawang putih saat ini dikarenakan petani sudah mulai enggan memproduksi komoditas ini. Petani lebih memilih lahan pertaniannya ditanami oleh komoditas yang lebih menguntungkan seperti beras.

Menteri Pertanian, Suswono, mengatakan kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa lahan pertanian saat ini sudah mulai menghilang. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia sebelumnya dipandang sebagai negara agraria.

"Saat ini lahan sangat terbatas sehingga trade off sekarang petani mana yang lebih menguntungkan," ujarnya pada merdeka.com saat ditemui di Jakarta, akhir pekan ini.

Lahan yang terbatas ini, lanjutnya, memiliki konsekuensi ketidakseimbangan pasokan komoditas bahan pokok pada saat musim panen. Maka dari itu meski sudah memasuki musim panen masih terdapat beberapa komoditi yang mengalami kelangkaan.

"Itulah kemudian ketika satu komoditas naik, satu komoditas turun. Karena lahannya sama," tuturnya.

Solusi yang realistis untuk menanggulangi tingginya harga bawang putih saat ini ialah membuka keran impor. Institusinya bersama Kementerian Perdagangan telah mengkaji opsi penyederhanaan proses impor menjadi dalam satu atap agar mempercepat pengisian pasokan bawang putih di masyarakat.

"Keputusan ini menunggu persetujuan Menko Perekonomian nanti setelah kita presentasi padanya," ucapnya.

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Oesman Sapta, menambahkan solusi dari kurangnya lahan pertanian ialah pemberian bantuan tanah langsung kepada petani. Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah sepakat untuk mengkaji rencana ini.

Menurutnya, pemberian lahan yang ideal untuk petani ialah di Jawa sekitar 2 hektar dan di luar Jawa ialah 5 hektar. "BPN telah menyambut baik hal ini," imbuhnya.

[rin]

Reporter : Harwanto Bimo Pratomo

http://www.merdeka.com/uang/tak-bisa-andalkan-petani-mentan-akan-terus-impor-bawang-putih.html

Sabtu, 16 Maret 2013

Alat Ukur Padi Berkualitas Versi Mahasiswa UNY

15 Maret 2013

JAKARTA - Kekurangan stok beras nasional diawali dari gagal panen dan benih padi yang kurang bagus. Hal ini membuat mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) turun tangan mengatasi masalah tersebut.

Anak-anak muda dari FMIPA UNY yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Karya Cipta (PKM-KC) pun tergerak mengembangkan alat pengukur kadar air benih padi (gabah) demi mewujudkan pertanian industrial varietas unggul.

Panggil saja mereka Samsul Feri Apriyadi, Titih Rejyasmito H, dan Arum Setiya. Bagi ketiga remaja ini, petani juga harus memperhatikan faktor terpenting dalam persiapan benih padi tersebut.

"Benih yang sering mengalami kebusukan ini, gara-gara kadar air yang enggak sesuai. Sehingga mengalami perkecambahan dalam keadaan lingkungan yang kelembabannya dan kadar airnya tidak sesuai," jelas Samsul, seperti dikutip dari situs resmi UNY, Jumat (15/3/2013).

Diceritakan dia, alat tersebut mampu menunjukkan kadar air yang sesuai dengan kelembaban yang dibutuhkan untuk pertumbuhan benih padi tersebut. Itu sebabnya, penyusun Panca Usaha Tani menempatkan benih varietas unggul bermutu pada posisi pertama dari Panca Usaha Tani.

Mereka pun menyadari kalau 60-65% peningkatan produktivitas usaha tani ditentukan oleh faktor penggunaan benih varietas unggul bermutu.

"Salah satu sebab utama rendahnya produktivitas padi karena varietas saat ini yang tidak mampu berproduksi lebih tinggi akibat kemampuan genetiknya yang terbatas. Hasil evaluasi Bank Dunia menyebutkan kontribusi penggunaan varietas unggul terhadap laju kenaikan produksi padi sebesar lima persen lebih tinggi dari pada kontribusi pemupukan sebesar empat persen," tambah dia.

Lantas, bagaimana ya alat ini bisa bekerja dengan maksimal? Samsul menambahkan, pembuatan hardware alat tersebut membuat skematik dan PCB yang menggunakan software Proteus. Kemudian, mencetak hasil gambar PCB ke bentuk negatif atau glossy sebagai masterpiece sablon.

Selanjutnya, siapkan PCB polos, sablonkan negatif atau glossy ke PCB polos. Larutkan PCB yang sudah disablon menggunakan Fe2Cl. Setelah itu, bersihkan dengan tinner lalu bor pin untuk kaki-kaki komponen.

Sehabis itu, masukkan komponen sesuai plotnya, lalu lakukan penyolderan serta uji coba. Lakukan kalibrasi lalu masukkan hardware ke dalam box dan finishing. Setelah itu, pembuatan software dengan mengidentifikasi penggunaan pin pada hardware dan spesifikasi komponen.

"Tulis program mengunakan notepad lalu simulasikan dan buatlah program mengontrol USB/card reader. Setelah program sesuai desain, lakukan compile menggunakkan MATRIX menjadi *.HEX. Lalu Flash-kan file *.HEX ke dalam hardware AT mega 8 (Writing)," beber Samsul.

Semua sudah siap, barulah mereka uji coba hardware alat pengukur kadar air benih padi secara terpadu dan melakukan perbaikan jika ada kendala. Tertarik mencoba?(ade)

http://kampus.okezone.com/read/2013/03/15/372/776507/alat-ukur-padi-berkualitas-versi-mahasiswa-uny

Gubernur Sulbar tidak sepakat impor beras pemerintah pusat

15 Maret 2013

Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat menyatakan sangat tidak sepakat dengan kebijakan melakukan impor beras dari luar negeri yang dilakukan pemerintah pusat.

"Sebenarnya saya tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah pusat melakukan impor beras demi melindungi produksi dan pasar komoditi pertanian padi Sulbar," kata Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Jumat.

Ia mengatakan, seharusnya yang dilakukan saat ini adalah meningkatkan produksi komoditi padi Sulbar dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan Sulbar bukan dengan melakukan impor beras.

Karena kata dia, kondisi itu bisa membuat pasar komoditi pangan Sulbar tidak mendapat tempat dan bisa membuat petani sulit meningkatkan kesejahteraannya.

Sehingga ia berharap agar kedepan impor beras ditiadakan dan pemerintah mesti fokus meningkatkan produksi beras agar mengalami peningkatan dan dapat membuat ekspor pangan negara ini meningkat dalam rangka mengembangan ekonomi negara ini.

"Beras impor itu memang menguntungkan di satu sisi karena murah dari beras petani, namun itu justru akan semakin membuat petani tidak mampu menyejahterakan dirinya, sehingga impor beras mesti ditiadakan," katanya.

Gubernur mengatakan Sulbar saat ini terus memacu peningkatan produksi berasnya hingga mencapai satu juta ton per tahun dengan mengalokasikan anggaran yang cukup besar di sektor pertanian baik dengan mengandalkan APBD maupun bantuan pusat melalui APBN untuk sektor pertanian.

Ia mengatakan, di Sulbar terdapat sekitar 67.000 hektare tanaman padi dengan tingkat produksi mencapai 380 ribu ton per tahun itu akan terus dilakukan peningkatan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.

"Pemerintah di Sulbar sampai tahun 2014 akan mencetak sekitar 28.000 hektare sawah baru serta menambah luas irigasi teknisnya yang saat ini mencapai 15.000 hektare hingga seluruh sawah di Sulbar memiliki sarana irigasi teknis dalam rangka mencapai target produksi satu juta ton beras per tahun," katanya. (MFH)

Editor: B Kunto Wibisono

http://www.antaranews.com/berita/363331/gubernur-sulbar-tidak-sepakat-impor-beras-pemerintah-pusat

Jumat, 15 Maret 2013

Merindukan Bulog Baru

15 Maret 2013

Sebuah ironi kembali menerpa negeri ini. Untuk kesekian kalinya, harga pangan kembali melambung tak terkendali. Kali ini, bawang putih yang berulah, dengan harga eceran sudah menembus Rp 70 ribu per kilogram. Padahal, di salah satu Negara asal impor bawang putih, yakni Tiongkok, harganya cuma sepertujuhnya.

Sebelum bawang putih, pemerintah dibuat kelabakan oleh lonjakan harga daging sapi yang belum turun hingga kini. Harga daging di Indonesia dua kali lebih mahal ketimbang negara-negara maju, seperti Singapura, Australia, dan beberapa negara Eropa. Jauh sebelum itu, tahun lalu, harga kedelai juga melambung yang menimbulkan protes meluas perajin tahu-tempe.

Pemerintah selalu kecolongan setiap terjadi gonjang-ganjing harga komoditas pangan dan baru tergopoh-gopoh ketika masyarakat mulai menjerit. Pemerintah kewalahan dan tak berdaya menghadapi ulah para spekulan pangan maupun kelompok kartel pangan yang selalu ingin mengeruk untung sebesar mungkin.

Dalam kondisi seperti itu, masyarakat kembali merindukan Bulog, badan urusan logistik yang di masa lalu begitu ditakuti karena kemampuannya dalam mengontrol harga. Sebelum otoritasnya dikebiri oleh Dana Moneter Internasional (IMF) bersamaan dengan jatuhnya Orde Baru, Bulog kampiun dalam perannya sebagai badan penyangga dan stabilisator harga untuk sembilan komoditas pangan.

Saat ini, Bulog hanya ditugasi sebagai penyangga untuk komoditas beras. Pertengahan tahun lalu, wacana untuk memperluas peran Bulog menghangat. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang kabinet sudah memutuskan agar peran Bulog diperluas pada empat komoditas lain, yakni gula, kedelai, jagung, dan daging. Akan ada payung hukum untuk mengimplementasikan peran Bulog baru tersebut.

Sayangnya, hingga saat ini upaya perluasan peran Bulog belum terwujud. Kemungkinan baru terealisasi tahun depan. Kelambanan ini sungguh disayangkan, karena gejolak harga pangan semakin membebani masyarakat, khususnya kelas bawah. Padahal, pihak Bulog sendiri cukup responsif dan menyatakan kesiapannya. Bulog kini memiliki lebih dari 1.700 gudang yang tersebar di seluruh Nusantara. Bulog juga memiliki infrastruktur dan jaringan distribusi untuk menjalani peran barunya sebagai badan penyangga. Bulog mulai memperbanyak gerai minimarket dan menggandeng sejumlah BUMN.

Dukungan terhadap perluasan peran Bulog juga datang dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga itu bahkan memberikan restu jika Bulog memonopoli lima komoditas pangan strategis, sepanjang bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas.

Memang, kalaupun Bulog diberi peran baru dan direvitalisasi, ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi. Lembaga ini harus benar-benar serius menjalankan usaha secara transparan, akuntabel, dan menerapkan tata kelola yang baik (GCG). Manajemen Bulog harus profesional dan diseleksi melalui fit and proper test yang ketat. Legalitas dan garis komando terhadap Bulog harus jelas sehingga tidak seperti sekarang yang berada di bawah beberapa institusi. Hal seperti itu membuka celah terjadinya intervensi.

Pemerintah harus sungguh-sungguh mengatasi gejolak harga pangan dan segera mengeluarkan payung hukum bagi perluasan peran Bulog. Tidak masuk akal sebuah negeri dengan tanah yang luas dan subur, kaya sumber daya alam, namun harga pangan jauh lebih mahal dibanding negara lain. Harga pangan yang mahal memberikan dampak berantai luar biasa.

Bangsa ini akan makin kekurangan gizi, di saat konsumsi berbagai sumber pangan gizi per kapita masih tertinggal dari bangsa lain. Daya beli masyarakat makin tergerogoti, karena sebagian besar penghasilannya habis untuk konsumsi pangan. Hal itu jelas membuat masyarakat makin tidak mampu membeli rumah dan keperluan vital lain seperti biaya pendidikan dan kesehatan.

Tugas pemerintah tidak hanya hanya sekadar mewujudkan pangan murah dan harga stabil, tapi juga harus menggenjot produktivitas pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Buat apa pangan murah jika mayoritas harus diimpor. Indonesia berada di ambang bahaya jika sektor pertanian terabaikan. Petani sekarang makin kehilangan gairah, demikian pula anak-anak petani tidak berminat menjadi petani karena sektor ini sama sekali tidak menjanjikan masa depan. Ini berbeda jauh dengan petani di luar negeri, terutama negara maju, yang umumnya makmur karena pemerintahnya memberikan proteksi dan subsidi.

Perluasan peran Bulog sangat mendesak dan publik harus memantau proses ini. Jangan sampai niat baik itu ditelikung oleh kelompok tertentu dan para pemburu rente yang hendak melanggengkan impor. Apalagi menjelang Pemilu 2014, importasi menjadi lading uang paling menggiurkan untuk memobilisasi dana. (*)

http://www.investor.co.id/tajuk/merindukan-bulog-baru/56798

Pangan, Inflasi, dan Kemiskinan

15 Maret 2013

KEGADUHAN kasus hukum yang membelit sejumlah elite politik di Tanah Air menenggelamkan berbagai berita penting lain, termasuk tentang inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Januari lalu 1,03%, memecahkan rekor inflasi pada bulan yang sama dalam 4 tahun terakhir. Awal Maret lalu BPS kembali mengumumkan bahwa angka inflasi Februari 0,75% tercatat sebagai inflasi tertinggi pada bulan yang sama selama 10 tahun terakhir.

Kenyataan itu selain mengejutkan kita, juga menjadi peringatan dini bagi pemerintah guna menyikapi kondisi lebih lanjut. Berdasarkan pengalaman, inflasi pada Februari kurang dari 0,5% dengan penjelasan bahwa permintaan masyarakat sudah mulai turun setelah melambung pada pengujung tahun sebelumnya dan awal tahun baru. Selama satu dekade terakhir, inflasi tertinggi pada Februari terjadi pada 2008, yang mencapai 0,65%.

Secara umum inflasi Februari 2013 dipicu oleh kelompok volatile food, seperti bawang putih (0,12%), bawang merah (0,07%), cabai merah (0,04%), dan daging sapi (0,01%). Kondisi seperti ini dipicu oleh kemeroketan harga beberapa komoditas hortikultura beberapa bulan terakhir ini. Kenaikan harga bawang putih 31,38%, cabai merah 12,5%, dan bawang merah 11,3%.

Kelompok volatile food sebagai penyumbang inflasi terbesar dibanding kelompok pengeluaran lain, mengindikasikan bahwa pangan masih merupakan pengeluaran terbesar sebagian besar rumah tangga di Indonesia. Henri Josserand dari Global Information and Early Warning System Badan Pangan dan Pertanian Dunia PBB menyatakan inflasi yang diakibatkan kemelambungan harga pangan merupakan pukulan paling berat bagi warga miskin. Hal ini mengingat pengeluaran untuk belanja pangan tidak kurang dari 60% dari total pengeluaran mereka.

Pemerintah harus menyikapi kenyataan ini secara bijak, jangan reaktif dengan membuka seluas-luasnya keran impor. Banyak pihak menilai kondisi pasar seperti sekarang merujuk pada praktik kartel sebagai pukulan balik terhadap kebijakan pemerintah. Seperti diketahui, guna melindungi petani dan peternak domestik, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan regulasi impor komoditas hortikultura dan daging sapi.

Momentum Kebangkitan

Selain mengurangi kuota impor daging sapi, mulai Januari 2013 pemerintah mengeluarkan larangan sementara impor 13 jenis komoditas hortikultura.
Kemelut harga daging sapi yang hingga kini terus berlangsung merupakan satu contoh ulah para kartelis. Menurut hitung-hitungan di atas kertas, ketersediaan daging sapi dari dalam negeri ditambah impor, sangat mencukupi kebutuhan masyarakat. Namun harga daging sapi tetap tak terkendali sampai hari ini.

Kondisi seperti ini tak sepenuhnya disebabkan oleh buruknya manajemen stok daging sapi tetapi juga merujuk pada praktik kartel. Boleh jadi kondisi ini sengaja diciptakan para kartelis untuk memukul balik kebijakan Kementerian Pertanian mengurangi kuota impor daging sapi. Pengurangan kuota impor nyata-nyata memangkas pendapatan mereka. Para kartelis tak peduli jeritan rakyat, yang penting dapat mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan.

Kondisi saat ini harus dijadikan momentum oleh semua pemangku kepentingan pembangunan pangan untuk memperbaiki struktur produksi dan struktur pasar dalam negeri. Secara umum kegencaran impor pangan dan praktik kartel pangan telah merusak sistem pertanian nasional dan menyengsarakan kehidupan petani.

Kemerebakan impor dan penyelundupan bawang putih telah mengubur kisah sukses petani pada sentra produksi bawang putih, seperti Desa Tuwel Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal, yang akhir Februari 2013 dikunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jangankan mencari ribuan hektare tanaman bawang putih seperti era 1980-an, sekarang ini  mencari belasan hektare saja sangat sulit. Komunitas ’’arisan haji’’ yang dulu sangat dibanggakan sebagai simbol kemakmuran petani bawang putih Desa Tuwel, kini tinggal kenangan.

Insentif harga yang cukup menarik saat ini diharapkan akan menjadi momentum kebangkitan bawang putih Desa Tuwel dan sentra-sentra produksi sayuran lainnya di Indonesia.
Menurut ekonom Peter Timer, harga jual komoditas pertanian yang memadai akan menjadi insentif utama bagi petani untuk meningkatkan produksi. Bahkan, jika harga menjanjikan, petani sayuran tidak segan-segan untuk melakukan budi daya di luar musim kendati berisiko cukup besar.

Semua upaya itu tidak cukup, pemerintah juga dituntut segera membenahi data pangan nasional. Selama ini akurasi data pangan secara umum menjadi titik lemah manajemen pangan nasional. Sebagai contoh, pemerintah harus segera membenahi akurasi data jumlah ternak sapi dan kerbau dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan elastisitas kebutuhan daging.
Data populasi ternak dan data elastisitas kebutuhan daging yang tidak akurat diyakini menjadi pangkal gonjang-ganjing harga daging sapi yang berlangsung lebih dari setahun terakhir ini. (10)

–  Ir Toto Subandriyo MM, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal (/)

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/03/15/218408/10/Pangan-Inflasi-dan-Kemiskinan

Kamis, 14 Maret 2013

Krisis Bawang, Bukti Ketergantungan Pangan Impor

14 Maret 2013

JAKARTA – Meroketnya harga bawang di sejumlah daerah memasuki pekan ini menunjukkan masih tergantungannya RI terhadap produk pangan impor terutama hortikultura (sayur dan buah). Kondisi itu menjadi salah satu pemicu merosotnya produktivitas dalam negeri.

Selain itu, sistem perdagangan oligopoli (kartel) yang mampu mengendalikan harga berdampak pada terbentuknya struktur perdagangan tidak sehat, yang pada akhirnya merugikan masyarakat sebagai konsumen. Pendapat itu disampaikan Pengamat Pertanian, Bustanul Arifin kepada SH, Kamis (14/3) pagi.

“Perbedaan memasok dan menimbun memang tipis, jadi banyak pihak-pihak yang melakukan antisipasi akibatnya harga melambung,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang ditemui SH di kantornya, Rabu (13/3), menegaskan pengaturan masa panen sangat penting demi menjaga harga di tingkat petani tetap baik. Ia juga menekankan insentif harga bagi para petani jangan sampai memberatkan konsumen. Selain itu, mekanisme resi gudang untuk komoditas pangan bisa membantu menjaga harga di tingkat petani.

Ia mengatakan pengaturan masuknya produk impor diharapkan bisa mempertahankan harga sayuran dan buah-buahan lokal. Ditegaskan, pemerintah tidak melarang masuknya impor barang jenis hortikultura, namun mengatur agar barang tersebut tidak memukul produk dalam negeri yang memberikan imbas pada kerugian petani.

“Kita tidak melarang impor produk hortikultura ke dalam negeri tetapi kita jaga agar masyarakat dan petani terlindungi,” katanya.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Kemenko Perekonomian Dyah Maulida di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (13/3) siang menyatakan, pemerintah melonggarkan aturan kebijakan impor hortikultura.

Salah satunya dengan menambah kuota impor komoditas bawang putih sebesar 160.000 ton. Langkah ini dilakukan untuk mengatasi lonjakan harga bawang putih di pasaran. Pemerintah juga berharap cara ini bisa mengurangi tekanan inflasi yang berasal dari komoditas bawang putih.

“Sekarang sudah keluar rekomendasi dari Kementerian Pertanian 160.000 ton, jadi izin sedang keluar. Dari Kementerian Perdagangan sudah sekitar 75 persen dari itu sudah keluar izinnya, sudah siap eksekusi,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menambahkan, pemerintah akan sesegera mungkin menstabilkan harga bawang putih yang saat ini sudah cukup membuat inflasi menjadi tinggi. “Kami hanya memasok bawang putih sebesar 5 persen dari kebutuhan nasional. Oleh sebab itu diperlukan tambahan impor untuk betul-betul menjaga suplai,” katanya.

Hatta mengaku sudah meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk segera memperbaiki regulasi dan segera memasok bawang putih agar harga menjadi lebih stabil.

Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Josua Pardede mengatakan, dalam mengambil sebuah kebijakan maka pemerintah seharusnya terlebih dahulu memikirkan dampak yang bisa terjadi. Dalam kasus melonjaknya harga bawang putih ini, karena pasokan bawang putih terhenti dan tidak bisa menutup kebutuhan di dalam negeri.

Kendati demikian, ia menyambut baik keputusan pemerintah untuk melonggarkan kebijakan impor hortikultura. Namun, hal tersebut menurutnya masih akan terkendala izin yang diberikan Kementerian Perdagangan yang membutuhkan waktu minimal 10 hari. “Dampaknya harga stabil bisa terasa pada akhir bulan Maret,” ucapnya.

Harga Tetap Meroket

Pasokan yang kurang menyebabkan harga jual bawang masih tetap tinggi hingga Rabu (13/3). Di sejumlah pasar tradisional di Kota Bandung harga bawang putih Rp 55.000-60.000 per kilogram (kg) dan bawang merah Rp 45.000 per kg.

Kondisi serupa juga terjadi di Pasar Terong, Pasar Toddopuli, dan Pasar Pabaeng-baeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Bawang merah di Pasar Terong dijual seharga Rp 38.000-40.000 per kg. Harga tersebut naik tajam dibandingkan pekan sebelumnya yang masih bisa diperoleh di kisaran Rp 16.000-20.000 per kg.

Sedangkan harga bawang putih di Pasar Terong sudah melejit menjadi Rp 53.000, dibanding sebelumnya yang hanya Rp 25.000 per kg. Bawang putih yang sebelumnya masih dibeli secara eceran seharga Rp 1.000 per siung kini sudah melonjak menjadi Rp 2.000 per siung atau Rp 5.000 per tiga siung.

Harga bawang putih dan merah di Sulawesi Utara (Sulut) pekan ini meroket tajam. Bawang putih pada pekan lalu masih dihargai Rp 32.000 per kg. Harga bawang merah juga melonjak mencapai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg, padahal sebelumnya masih berkisar Rp 30.000 per kg.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Ferry Sofwan menyatakan lonjakan harga bawang tidak terlepas dari pasokan yang berkurang. “Pasokan kurang karena di sentra-sentra bawang saat ini belum memasuki masa panen,” jelasnya.

Sentra bawang di Jabar di antaranya berada di Cirebon, Majalengka serta di Kabupaten Bandung dan Garut. Ferry menyatakan musim panen bawang diperkirakan mulai pada akhir Maret nanti.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara, Sanny Parengkuan mengatakan, melonjaknya harga bawang akibat pasokan sudah mulai berkurang. “Kalau pasokan semakin menipis kemungkinan juga harganya akan semakin naik hingga Rp 100.000 seperti harga bawang putih dan bawang merah yang terus naik,” ujarnya.

Sanny Parengkuan menambahkan, kenaikan harga ini disebabkan pengaruh cuaca sehingga sangat mempengaruhi produksi komoditi pertanian seperti bahan pangan itu. Ia mengatakan bahan pokok pangan seperti bawang putih dan bawang merah ini sebagian diproduksi lokal dan juga didatangkan dari pulau Jawa.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta data produksi dan permintaan bawang dibuat transparan. “Berapa banyak yang kita produksi, berapa kebutuhan kita, kita menginginkan transparansi, dan perhitungan yang tepat dari semua pihak, BPS (Badan Pusat Statistik), Kementerian Pertanian, semua. Mari kita hitung baik-baik, dengan demikian tidak keliru kebijakan kita,” kata Presiden di Jakarta, Rabu (13/3) siang. (Caca Casriwan/Didit Ernanto/Rusdy Embas/Novie Waladow/Ant)
Sumber : Sinar Harapan



http://shnews.co/detile-16339-krisis-bawang-bukti-ketergantungan-pangan-impor.html

Bulog Akan Buka Lahan Pertanian di Myanmar

14 Maret 2013

Jakarta, Aktual.co — Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan Perum Bulog tengah menjajaki pembukaan lahan pertanian di Myanmar.

"Feasibility study (studi kelayakan) sudah, tinggal bagaimana mengaktualisasikan. Realisasi apakah oleh Bulog atau BUMN, kita lihat, tapi perlu diplomasi yang kuat supaya negara-negara tujuan investasi kita itu percaya," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta (14/3).

Ia mengatakan, Myanmar menjadi negara yang menarik untuk tujuan investasi sektor pertanian, apalagi kini tengah membuka diri.

"Myanmar lagi membuka diri. Ini kesempatan yang baik karena di sana, bukan 'untouchable' (tak tersentuh) ya, artinya lahannya masih bagus ya karena belum banyak digarap untuk kepentingan ekonomi," Ia menyakini, Indonesia seharusnya masuk ke Myanmar mengingat hal ini selain akan menguntungkan secara ekonomi juga mendekatkan Indonesia dengan negara tersebut.

Sementara itu, ia menambahkan, Bulog juga menjajaki lebih luas lahan pertanian di Kamboja, khususnya untuk beras.

Menurut dia, Bulog telah masuk ke negara Indochina tersebut terutama untuk pascapanen.

"Yang Kamboja sudah dua tahun terakhir, Bulog sudah melakukan penjajakan di sana. Kita sudah masuk ke masalah pascapanen, misalnya penggilingan beras," katanya. (Ant)
 
Faizal Rizki 
 

Legislator: kenaikan harga bawang untungkan importir

14 Maret 2013

Semarang (ANTARA News) - Anggota DPR RI Dewi Aryani mengatakan kenaikan harga bawang putih di pasaran dalam negeri akan menguntungkan importir, apalagi Kementerian Perdagangan telah menerbitkan surat persetujuan impor (SPI) komoditas itu sebanyak 134.600 ton.

"Negara agraris seperti Indonesia dan merupakan penghasil bumbu, termasuk bawang putih dan merah, sungguh memilukan manakala justru sekarang terjadi krisis yang amat kritis," katanya melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Kamis.

Sebelumnya diwartakan, Kemendag menerbitkan SPI untuk importasi bawang putih berdasarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) yang diajukan oleh Kementerian Pertanian. Sebanyak 134.600 ton itu untuk 92 perusahaan importir terdaftar (IT) atau 84,15 persen dari total kebutuhan untuk periode Januari--Juni atau semester pertama sebesar 160.000 ton.

Dewi--wakil rakyat yang daerah pemilihannya penghasil bawang merah, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah--menegaskan bahwa harga bawang merah dan putih yang belakang ini melambung tinggi seharusnya meningkatkan kesejahteraan petani. Namun, pada kenyataanya, pengimporlah yang menikmatinya.

Oleh karena itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dr. Dewi Aryani memandang perlu meningkatkan produktivitas bawang di Tanah Air dan mematok harga minimum dalam negeri yang propetani.

"Stok juga harus di-`manage` karena bawang merupakan salah satu unsur komoditas penting dalam bidang obat-obatan, kuliner, industri pengolahan makanan, pariwisata, dan lain-lain," kata anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Jateng IX (Brebes, Tegal, dan Kota Tegal) itu.

Ia lantas mempersoalkan sikap Pemerintah terkait dengan harga bawang yang melejit apakah tidak sadar atau sengaja melalaikan soal tata kelola pertanian. Hal ini mengingat, sektor pangan sudah "tandus", sekarang sektor penunjang pangan, yaitu bumbu juga hampir musnah.

"Secara sadar kita semua sedang terjerumus ke dalam jurang kehancuran berbagai sektor, mulai energi, pangan (pertanian), hingga air (lingkungan)," kata anggota Komisi VII (Bidang Energi) DPR RI itu.

Menyinggung rencana Pemerintah untuk menginvestasikan lahan pertanian di luar negeri, menurut Dewi, merupakan pembunuhan potensi dan peluang petani di Indonesia.

"Mestinya pertanian segera digarap secara sangat serius dan subsidi digelontorkan pada sektor pertanian untuk membangkitkan kembali berbagai potensi sumber daya pertanian kita," katanya menandaskan.

Ia mengingatkan bahwa bagaimanapun Indonesia pernah memiliki prestasi sebagai lumbung pangan Asia. Hal ini artinya capaian bisa diraih kembali jika semua elemen, termasuk Pemerintah dan DPR, secara serius mencari solusi teknis terkait pertanian dan pangan.
(D007/M028)

Editor: Ruslan Burhani

http://www.antaranews.com/berita/363281/legislator-kenaikan-harga-bawang-untungkan-importir

Bulog agar bantu kendalikan harga bawang

14 Maret 2013

Jakarta (ANTARA News) - Ada kecenderungan harga bawang terus meroket, terutama jika tidak ada intervensi berarti. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menginstruksikan Bulog dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) untuk  mengatasi kelangkaan bawang.

Keran impor bisa dibuka lebar untuk bawang; sementara potensi produksi bawang masih sangat besar jika diupayakan lebih serius.

"Saya minta Bulog dan RNI menjajaki kemungkinan bisa mengimpor bawang, agar ketersediaan barang tercukupi, sehingga harga bisa ditekan. Silahkan Bulog mengurus perizinannya," kata Iskan, di Jakarta, Kamis.

Iskan mengaku prihatin bahwa harga bawang putih dan bawang merah melonjak dan sudah berada pada harga yang tidak wajar. Menurut dia selama ini izin impor bawang hanya diberikan kepada pihak swasta.

Setelah solusi jangka pendek dapat diatasi dan harga bawang kembali normal, dia akan melakukan koordinasi dengan BUMN pertanian untuk bekerja sama dengan petani mengatasi persoalan jangka panjang soal ketersediaan pasokan bawang untuk masyarakat.

Menurut catatan, saat ini harga bawang putih mencapai sekitar Rp80.000 per kilogram, dan bahkan tembus Rp100.000 perkilogram di kawasan-kawasan tertentu.

Sementara itu, Direkrtur Utama Perusahaan Umum Bulog, Soetarto Alimoeso, mengatakan, pihaknya sudah merapatkan soal kenaikan harga bawang tersebut. "Mudah-mudahan menteri perdagangan memberikan izin impor," kata dia.

(R017/R010)

Editor: Ade Marboen

http://www.antaranews.com/berita/363260/bulog-agar-bantu-kendalikan-harga-bawang

Memantapkan Ekonomi Konstitusi

14 Maret 2013

Pada saat Indonesia memiliki pemimpin baru (presiden) pada 2014 nanti, rasanya itulah momentum yang paling tepat untuk merombak tatanan ekonomi nasional.

Tatanan tersebut bisa berjalan apabila terdapat sistem, kebijakan, dan kelembagaan yang terpadu sehingga koherensi menuju cita-cita konstitusi dapat terwujud. Saat ini memang mendesak bagi DPR dan pemerintah untuk segera mendesain Undang-Undang Sistem Ekonomi Nasional (UU SEN) sebagai payung dari seluruh kegiatan ekonomi seperti UU penanaman modal, pertambangan, koperasi, lembaga keuangan, industri, dan perdagangan.

Memang konstitusi telah memberi rumusan umum tentang prinsip ekonomi tersebut, tetapi akibat terlalu umum, sebagian prinsip itu harus dijabarkan dalam bentuk UU yang lebih operasional. Ketiadaan UU SEN tersebut menyebabkan banyak sekali UU terkait bidang ekonomi yang dianggap melanggar konstitusi dan sebagian pasal-pasalnya telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kerjasama Ekonomi

Salah satu kotak hitam yang belum diselesaikan hingga saat ini adalah menerjemahkan Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, yakni "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan". Jika dilihat secara cermat, sebetulnya roh pasal tersebut sangat radikal, yaitu tidak mengizinkan praktik persaingan ekonomi atau kompetisi/competition (seperti yang diyakini sistem ekonomi kapitalis), tetapi menghendaki sebuah kegiatan ekonomi yang mendorong munculnya "kerjasama" ekonomi (cooperation).

Kerjasama ini secara operasional mempertemukan tiga poros berikut: pekerja–pemilik usaha; usaha kecil/menengah-besar; dan perusahaan-masyarakat. Dalam unit usaha terkecil, misalnya perusahaan, antara pekerja dan pemilik bukanlah dua entitas yang terpisah sehingga kerap terlibat dalam perselisihan, tetapi keduanya merupakan satu kelompok yang menyatu, antara lain difasilitasi kepemilikan saham yang besar oleh pekerja.

Model semacam itu juga terjadi antara usaha kecil/menengah-besar dan perusahaan-masyarakat di mana mereka dirancang untuk mendukung dan terkait (linkage) satu dengan yang lain sehingga sifatnya bukan saling mematikan (predator).

Dalam konteks yang lebih mikro, kerja sama ekonomi itu tidak lain adalah manifestasi dari prinsip-prinsip koperasi. Koperasi itu sebetulnya merupakan kumpulan gagasan/ide mengenai suatu organisasi atau manajemen usaha ekonomi dan berisi prinsipprinsip perjuangan ekonomi sehingga wujudnya bisa bermacam-macam.

Prinsip itu antara lain kegiatan ekonomi/usaha merupakan kumpulan orang (bukan modal), kesetaraan suara, dan kesejahteraan bersama. Hakikat ekonomi itu sebetulnya interaksi antarmanusia, bukan hubungan modal. Implikasinya, posisi tawar tidak ditentukan oleh jumlah modal, tetapi relasi kebersamaan yang dibingkai dalam kesejahteraan bersama.

Jika prinsip ini dijalankan, kegiatan usaha itu tidak akan menimbulkan paradoks pertumbuhan dan ketimpangan (seperti yang selama ini terjadi). Oleh karena itu, penghayatan terhadap rumusan ekonomi kerakyatan sebenarnya bermula dari orientasi usaha bersama tersebut. Usaha bersama itu tidak lain adalah tindakan kolektif yang muaranya terpantul dalam efisiensi ekonomi, kohesi sosial, dan posisi tawar yang sepadan antarpelaku ekonomi.

Selama ini terdapat anggapan bahwa persaingan ekonomi selalu berujung pada efisiensi ekonomi, padahal dalam kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan persaingan ekonomi yang terlalu keras merangsang munculnya perilaku tidak patut demi tujuan mematikan usaha lain, yang selanjutnya hal itu makin menjauhkan dari prinsip efisiensi ekonomi, terlebih lagi menimbulkan residu friksi sosial.

Dalam tata kelola sehari-hari, tiap usaha itu akan dibimbing nilai-nilai yang tersurat dalam Pancasila,yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan sosial. Ini memang warisan nilai adiluhung yang sulit untuk dijalankan sehingga seluruh daya mesti dikerahkan.

Aset Produktif

Bagaimana operasionalisasi konsep ekonomi kerakyatan yang bersumber dari konstitusi tersebut? Sekurangnya terdapat lima pilar yang tidak boleh ditanggalkan agar konsep itu berjalan tegak di lapangan. Pertama, aset produktif harus berada di tangan rakyat, bukan dikuasai segelintir pelaku ekonomi. Aset produktif yang paling penting adalah tanah dan modal.

Harus diakui saat ini aset produktif itu hanya dikuasai sedikit pelaku ekonomi (kakap) sehingga ini menjadi objek yang harus segera dibenahi. Kedua, produksi dan distribusi ekonomi di tangan rakyat (dengan spirit koperasi), kecuali untuk sektor-sektor tertentu yang memerlukan penguasaan teknologi ataupun kebutuhan modal yang besar. Ketiga, kebijakan permodalan yang mudah diakses oleh rakyat dan murah.

Keempat, penguatan organisasi ekonomi rakyat, baik dalam bidang produksi, distribusi, pemasaran maupun yang lainnya. Kelima, struktur pasar yang memihak pelaku ekonomi rakyat dengan jalan mengembangkan kerja sama usaha, bukan persaingan usaha. Di luar itu, masalah krusial yang harus diurus dalam pengelolaan perekonomian adalah aspek perdagangan.

Sektor ini menempati sisi yang unik karena menjadi mediasi antara mereka yang berproduksi dan melakukan konsumsi. Fakta yang ada, acap kali faktor perdagangan ini menjadi sumber perputaran ekonomi sendiri sehingga membuat rantai ekonomi menjadi panjang dan tidak efisien. Hal lainnya, liberalisasi perdagangan betul-betul harus dipahami secara cermat.

Sekurangnya terdapat lima pagar yang harus dijadikan rujukan: (a) kebebasan perdagangan hanya bisa dibuka untuk sektor atau komoditas yang daya saingnya sudah kuat; (b) hanya untuk komoditas yang berorientasi ekspor; (c) cuma untuk komoditas input yang dipakai untuk bahan baku produksi di dalam negeri; (d) hanya untuk produk yang tidak diproduksi di dalam negeri atau tidak punya komoditas substitusi di pasar domestik; dan (e) hanya dalam rangka penguatan kedaulatan pangan, energi, dan keuangan.

Terakhir, seperti yang sudah disinggung di awal tulisan, pembagian dan pengaturan usaha antarpelaku ekonomi merupakan hal niscaya yang harus dikerjakan. Di dalam amanah Pasal 33 UUD 1945 setidaknya dibuat tiga jenis kegiatan ekonomi yang harus diatur secara khusus, yakni sumberdaya alam, hajat hidup orang banyak, dan sektor strategis.

Ketiga jenis kegiatan ekonomi ini mesti dikuasai negara melalui operasi yang dijalankan BUMN. Tugas terpenting dari amanah konstitusi ini adalah merumuskan jenis usaha apa saja yang termasuk kategori SDA, hajat hidup orang banyak,dan sektor strategis. Selebihnya, di luar kategori tersebut jenis usaha dilakukan oleh koperasi/usaha kecil, usaha menengah, dan besar dalam bingkai kerja sama ekonomi di atas.

Meskipun usaha besar, spirit kumpulan orang (bukan modal) harus menjadi pedoman sehingga keberadaannya tidak menimbulkan ketimpangan pendapatan. Cita-cita inilah yang harus diwujudkan generasi sekarang.

AHMAD ERANI YUSTIKA
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya,
Direktur Eksekutif Indef    (Koran SI/Koran SI/ade)

http://economy.okezone.com/read/2013/02/28/279/768800/memantapkan-ekonomi-konstitusi

Darurat Konstitusi Sektor Pangan, Air, dan Energi

14 Maret 2013

Pangan, air, dan energi merupakan kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Secara sederhana manusia membutuhkan makan dan air untuk hidup serta butuh energi guna menunjang mendapatkan kedua hal tersebut.

Geoff Hiscock dalam bukunya, Earth War, menyatakan bahwa ketahanan pangan, air, energi, dan logam merupakan isu utama yang menjadi perhatian berbagai negara di dunia saat ini. Selain karena keberadaannya terbatas, laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat sehingga kebutuhan akan sumber daya pun meningkat. Hal ini berimplikasi terhadap intensitas perebutan kekuasaan antara negara atas sumber daya.

China dan India akan menjadi penentu pasar energi di dunia, sedangkan di Asia Tenggara pada 2050 menjadi masa keemasan bagi Indonesia, di mana ada bonus demografi diikuti oleh sumber daya yang kaya akan minyak/gas, termal, batu bara, kelapa sawit, dan pangan (Hiscock, 2012). Krisis air, pangan, dan energi tak terelakkan. Harga pangan akan tetap tinggi dan fluktuatif.

Begitu pula dengan energi, khususnya minyak dan gas bumi (migas), cadangan minyak diperkirakan 1,2 triliun barel yang diperkirakan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan dunia selama 30 tahun ke depan. Sedangkan untuk air secara global satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum, sementara satu dari tiga tidak mendapatkan sanitasi yang layak.

Dengan potensi kerentanan itu, perlu kebijakan antisipatif. Pembuat kebijakan harus lebih arif dalam membuat kebijakan terkait ketahanan energi, pangan, dan air, serta jaminan keberlangsungan pada masa akan datang.

Antisipasi Indonesia

Tidak berbeda jauh dengan apa yang melanda dunia, Indonesia juga mengalami krisis baik pada pangan, air, maupun energi. Berdasarkan Kepala BNPB, Indonesia akan mengalami krisis air, terutama musim kemarau. Pada 2020 potensi air yang layak diperkirakan sebesar 35 persen dari total air yang dikelola atau sekira 400 meter kubik per kapita per tahun. Angka ini tentu jauh dari angka minimum dunia yaitu 1.000 meter kubik per kapita per tahun.

Pada pangan pemenuhan swasembada pangan lima komoditas yaitu beras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula belum optimal, terlihat dari ada ketergantungan terhadap impor, kedelai sekira 70 persen, gula 54 persen, dan daging sapi sekira 20 persen. Selain itu juga permasalahan terkait ketersediaan lahan garapan rata-rata petani yang hanya 0,3 hektare (ha). Idealnya petani memiliki lahan garapan seluas dua ha, ditambah maraknya ada konversi lahan pertanian, contoh penyusutan lahan pertanian dari 1.550 ha menjadi 1.300 ha pada 2012.

Sedangkan pada sektor energi, khususnya minyak bumi, dapat diketahui bahwa konsumsi minyak bumi pada 2010 mencapai 388.241 ribu barel dengan konsumsi per hari rata-rata 1.063.674 barel per hari. Sayangnya, Indonesia hanya mampu memproduksi BBM sebesar 241,2 juta barel sehingga pemerintah masih mengambil kebijakan mengimpor produk BBM sebesar 23,633 juta barel.

Departemen ESDM pada 2011 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan minyak bumi hampir sebesar delapan miliar barel (7.764,48 MMSTB), di mana 3,7 miliar barel telah terbukti, dan sisanya merupakan cadangan potensial. Ketersediaan minyak bumi tersebut, jika diukur dengan rasio cadangan terbukti terhadap produksi (RP ratio), dapat bertahan selama 12,27 tahun.

Berdasar pada persoalan di atas, tidak heran jika isu ketahanan pangan dan energi menjadi urgensi tersendiri bagi pemerintah saat ini. Hal ini tercermin dalam program dua tahun ke depan (hingga 2014) yang menekankan ada ketersediaan dan keterjangkauan pangan masyarakat baik harga maupun aksesibilitas dalam membeli produk pangan.

Amanat Konstitusi

Berdasarkan undang-undang yang mengatur komoditas strategis ini, di antaranya UU No 30/2007 mengenai energi, UU No 7/2004 mengenai sumber daya air, dan UU No 18/2012 mengenai pangan, dan tujuan bangsa dan negara, ketahanan pangan, serta air dan energi diupayakan berbasis pada kedaulatan dan kemandirian yang sejatinya berupaya untuk mewujudkan kedaulatan nasional yang tangguh.

Kedaulatan mencerminkan hak menentukan kebijakan secara mandiri, menjamin hak atas sumber daya tersebut, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan kemandirian lebih menekankan pada kemampuan negara memproduksi kebutuhannya di dalam negeri.

Undang-undang pangan dan energi pun menjelaskan bahwa dapat melakukan impor dengan catatan produksi pangan dan energi tidak mencukupi. Sayangnya, yang terjadi masih tingginya impor pangan dan energi nasional dalam memenuhi kebutuhan. Kembali pada makna yang tersirat dari UUD 1945, sumber daya alam dipergunakan dan dapat dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Jika dipahami lebih dalam, tidak hanya memandang energi, pangan, dan air sebagai sebuah produk yang perlu disediakan, melainkan juga perlu ada kebijakan yang mengarah pada pembangunan dan pengembangan industri pangan, air, dan energi nasional. Dengan demikian, kebijakan yang mengimpor kebutuhan dengan dalih lebih murah bukanlah hal yang tepat karena berkaitan dengan kemandirian negara.

Dari tiga komoditas strategis yang dibahas, saat ini sektor migas mengalami darurat konstitusi, pola pengelolaan saat ini belum dilindungi secara utuh oleh undang-undang. Darurat konstitusi arahnya kepada mengembalikan lagi semua isi UU dan kebijakan turunannya sesuai kepada UUD 1945 Pasal 33.

Kata "darurat" menjadi penting untuk dikupas demi menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi dan segala bidang kehidupan jika ketiganya makin langka, musnah, bahkan tidak ada cadangan bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisi darurat konstitusi tentu dapat dijadikan peluang bagi berbagai pihak untuk mengambil keuntungan, terutama dalam kontrak eksplorasi dalam sektor migas.

Pada pangan, kemampuan produksi nasional perlu diimbangi dengan keberadaan lembaga pemerintah sebagai stabilisator harga pangan. Peranan Perum Bulog perlu diperkuat sehingga harga pangan dapat dikendalikan, baik mengurangi fluktuasi harga sekaligus mengantisipasi cadangan pangan untuk kondisi darurat. Setidaknya harga produk pangan strategis seperti beras, jagung, gula, daging sapi, dan kedelai terjangkau oleh masyarakat dan tersedia.

Ketersediaan ini pula didorong untuk tidak lagi mengimpor dari negara tetangga, tetapi dihasilkan dari pertanian lokal. Pada sektor energi, negara wajib mengambil alih kembali kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam. Menyiapkan cadangan energi baik untuk cadangan operasional maupun cadangan strategis demi menanggulangi kondisi darurat dan krisis energi.

Intinya dari permasalahan krisis pada komoditas strategis ini adalah tata pengelolaan sehingga solusi perlu diarahkan mengefisienkan dan mengefektifkan tata kelola sektor-sektor strategis ini. Secara umum terdapat beberapa rekomendasi dalam menyikapi kondisi darurat pangan air dan energi ini.

Pertama, ada harmonisasi kebijakan pemerintah baik undang-undang hingga keputusan menteri yang terkait dengan pengelolaan sumber daya energi, air, dan pangan. Kedua, ada penguatan kelembagaan dan koordinasi antarlembaga yang terkait, baik perbankan, akademisi, LSM, maupun swasta guna meningkatkan inovasi dan produktivitas sumber daya terkait. Ketiga, ada jaminan ketersediaan khususnya dalam mengembangkan potensi produksi melalui pengembangan teknologi.

Keempat, keterjangkauan melalui penataan kembali sistem logistik, baik pergudangan, cadangan, perbaikan, maupun pengembangan infrastruktur transportasi. Terutama guna memperpendek supply chain energi, pangan, dan air. Kelima, membangun sistem pengawasan terkait distribusi dari sumber daya energi, pangan, dan air.

DEWI ARYANI
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan    (Koran SI/Koran SI/ade)

http://economy.okezone.com/read/2013/03/14/279/775549/darurat-konstitusi-sektor-pangan-air-dan-energi

Anggaran Pangan Tak Berpihak ke Petani

14 Maret 2013

JAKARTA-Pemerintah dinilai masih belum berpihak ke petani sebagai produsen pangan. Justru kewenangan masih diberikan kepada importir untuk mendatangkan pangan, dengan harapan pemberi rekomendasi mendapatkan jatah atau fee dari keuntungan impor.

"Anggaran pangan sangat kecil, itu memperlihatkan pemerintah belum serius untuk mendukung ketahanan pangan. Keberpihakan justru diberikan kepada importir, karena ada fee bagi pemberi rekomendasi izin impor," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi dalam diskusi Anggaran, Korupsi dan Impor Pangan di Jakarta, Rabu (13/3).

Menurut Uchok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013, komitmen dukungan anggaran dari pemerintah untuk ketahanan pangan masih sangat rendah. Ia menunjukkan, anggaran untuk reforma agraria atau land reform pada program Pengelolaan Pertanahan Nasional di Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya 4,4 miliar rupiah, atau jauh dibawah anggaran untuk pengelolaan tanah terlantar dan tanah kritis yang mencapai 9,6 miliar rupiah.

Anggaran pembaruan agraria bahkan tidak dialokasikan di BPN dan Kementerian Pertanian. Saat ini total anggaran untuk ketahanan pangan sebesar 83 triliun rupiah, yang mencakup dana ketahanan pangan untuk stabilisasi harga dan kebutuhan pangan rakyat sebesar 64,3 triliun rupiah, infrastruktur irigasi pendukung ketahanan pangan hanya 18,7 triliun rupiah atau jauh lebih rendah dibandingkan belanja pegawai yang mencapai 241 triliun rupiah.

Kondisi tersebut, kata Uchok membuktikan ketidakberpihakan pemerintah terhadap petani dan mengebiri kedaulatan rakyat atas pangan. Nilai ketahanan pangan, justru lebih kecil dibandingkan nilai impor pangan dan produk pertanian yang ada.

"Impor pangan justru besar karena fee-nya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik partai. Ada fee impor yang diberikan untuk partai, ada fee untuk pemberi rekomendasi impor. Jadi yang diuntungkan bukan petani tetapi pemerintah memberi keleluasaan para pemburu rente," ungkapnya.

Justru program pemberiaan bantuan atau anggaran untuk pupuk, benih kepada petani tidak menjadi pilihan karena repot dan merugikan. Untuk itu, Fitra berharap adanya UU Pangan yang mengamanatkan pembentukan lembaga pangan mampu memberikan solusi.

Jadi nantinya, tidak lagi Kementeriaan Koordinator Perekonomian yang mengurus pangan. Tetapi lembaga itu berdiri sendiri dan di dukung dengan pendanaan yang kuat. Dan yang lebih penting dana kelembagaan pangan berpihak ke petani dan produsen pangan lokal.

Tidak Jelas

Sementara itu, Manager Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah mengatakan, anggaran untuk pangan saat ini tidak jelas. Ada di setiap kementerian tetapi jumlahnya kecil.

"Anggaran pangan yang ada di kementerian seperti tempelan program saja. Banyak kementerian punya anggaran pangan tetapi tidak bermanfaat ke produsen pangan kecil yaitu petani," kata dia.

Menurut Said, isu pangan seharusnya menjadikan kementerian, lembaga berfikir serius untuk menyamakan visi akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Harusnya, ada kesepakatan bersama untuk mengatasi persoalan pangan.

Said menyebut, harus ada kesepakatan bersama dan koordinasi antar kementerian untuk menjadikan anggaran pangan, bermanfaat untuk produsen pangan skala kecil yaitu petani yang menjadi mayoritas di negeri agraris.

Dalam Undang-undang pangan nomor 12 tahun 2013, Bab XII tentang Kelembagaan Pangan, mulai pasal 126-129 memandatkan dibentuknya satu lembaga baru yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden, dan khusus menangani pangan. Selambat-lambatnya tiga tahun setelah diundangkan tahun 2012.

Lebih lanjut Said menyebut, akibat lemahnya komitmen pemerintah atas pangan, impor pangan terus naik bahkan menembus volume 15 juta ton pada tahun 2012 dengan nilai impor 7 miliar dolar. Volume impor pangan itu naik dua kali lipat dibandingkan volume impor tahun 2009 yang hanya 7 juta ton dengan nilai hanya 2 miliar dolar. aan/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/114513

Selasa, 12 Maret 2013

Bulog Ciamis Akui Tiga Karung Beras Miskin Rusak

12 Maret 2013

TEMPO.CO, Tasikmalaya-Sub Divisi Regional Bulog Regional Ciamis menyatakan,  dari 982 karung beras raskin yang rusak hanya 3 karung. Sebelumnya, diberitakan  30 karung beras raskin ditolak warga Kelurahan Cigantang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin 11 Maret 2013 karena berkualitas jelek dan mirip nasi aking.

"Yang bermasalah sebenarnya 3 karung. Mungkin warga lain ragu-ragu, jadi mereka ikut mengembalikan," kata Kepala Sub Divisi Regional Bulog Ciamis, Arwakhudin Widiarso, saat konfrensi pers, Selasa 12 Maret 2013.

Menurut dia,  total warga yang dikembalikan raskin dari Kelurahan Cigantang (ke Dolog) sebanyak 30 karung. Tapi, Bulog sudah mengganti beras raskin yang dikembalikan tersebut.  "Kita kedapatan raskin rusak, warga punya hak mengembalikan dan kita harus meresponnya cepat," ucap Widiarso.

Widiarso menjelaskan, potensi beras tidak layak konsumsi memang ada. Karena Bulog tidak melakukan pengecekan dan pemeriksaan 100 persen terhadap beras yang masuk. Bulog hanya mensurvei atau metode sampling sekitar 10 persen terhadap beras masuk. "Ada kemungkinan beras yang rusak masuk ke hitungan margin error," ucap Widiarso.

Selain itu, Bulog membeli beras di banyak pemasok atau mitra. Di Ciamis saja, ada sekitar 50 mitra.  "Ada kemungkinan cacat produksi, margin error di mereka (mitra). Kita tak cari siapa yang salah, yang penting warga dapat hak-haknya," kata Widiarso.

Kasus raskin rusak, kata Widiarso, adalah kali pertama di wilayah kerjanya.  "Saya ingatkan teman di gudang (Dolog),  sortirnya harus  ketat. agar kejadian serupa tak terulang," ujarnya.

Sebelumnya, Senin 11 Maret 2013, sejumlah warga mengembalikan beras raskin ke Kantor Kelurahan Cigantang. Mereka menolak beras tersebut karena kondisinya jelek, tak layak konsumsi. "Terkena air, malah mengembang. Mirip nasi aking," kata Jonny, warga yang mengembalikan raskin.

CANDRA NUGRAHA

http://www.tempo.co/read/news/2013/03/12/058466611/Bulog-Ciamis-Akui-Tiga-Karung-Beras-Miskin-Rusak

Kutu & Ulat Gerogoti Timbangan Raskin?

11 Maret 2013

SEJAK digulirkan sebagai kompensasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga saat ini, persoalan buruknya kualitas Beras Miskin (Raskin) tak pernah bisa diselesaikan. Anehnya, persoalannya masih seputar itu-itu saja, yakni berasnya berulat, berkutu, bau apek, dan timbangannya kurang.

Fakta tentang buruknya pengelolaan Raskin, akhir-akhir ini kembali mengemuka diberbagai daerah. Seperti hal-nya yang terjadi dilingkungan RW.03, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cikajang, Garut, Jawa Barat kemarin. Para Ketua RT di lingkungan RW.03, mengeluhkan susutnya jumlah Raskin yang mereka terima. Penyusutan itu tentu saja sangat merugikan Keluarga Miskin (Gakin) penerima manfaat Raskin.
Ketua RT.08, Saepuloh menuturkan, Raskin yang mereka terima rata-rata susut 2-2,5 Kg per karung isi 15 Kg. Hal senada juga diungkapkan ketua RT.03, Endang. Penyusutan dari setiap karung raskin dinilainya sangat tidak wajar. Sebab, kalau pun karung Raskin tersebut bocor, sepertinya tidak akan sebanyak penyusutan yang ada.
Tidak hanya itu, persoalan buruknya kualitas beras Raskin juga dikeluhkan warga Gang Anggrek, Lingkungan IV, Kelurahan Brandan Timur Baru, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Warga kecewa karena mendapatkan jatah raskin tidak layak konsumsi (Tidak Memenuhi Syarat-TMS). Sebelumnya, buruknya kualitas Raskin juga dikeluhkan warga miskin di Waylima, Kabupaten Pasawaran, Provinsi Lampung.
Lalu apa gerangan yang membuat persoalan buruknya kualitas Raskin tidak pernah bisa diselesaikan? Butuh teknologi canggih seperti apa untuk mengelola Raskin agar tidak susut di gerogoti ulat dan kutu?
TIDAK”. Sejatinya pengelolaan beras itu tidak membutuhkan tekhnologi canggih, selain dari komitmen yang kuat. Karena, orang Baduy di Provinsi Banten, tidak membutuhkan tekhnologi canggih untuk mengelola gabah hasil panen mereka. Faktanya, beras mereka tetap saja layak dikonsumsi meskipun sudah bertahun-tahun disimpan.
Begitu pula dengan orang Donggo di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka tidak membutuhkan anggaran besar untuk mengelola gabah hasil panennya. Mereka tidak memerlukan tekhnologi canggih atau sekedar pumikasi untuk menjaga agar gabah mereka selamat dari gerogotan kutu dan ulat. Tapi tetap saja beras mereka berkualitas tinggi meskipun sudah bertahun-tahun disimpan dalam lumbung.
Tapi kenapa beras Raskin yang dikelola Perum Bulog masih saja ada yang berkutu, berulat dan susut? Benarkah begitu sulitnya mengelola beras Raskin? Tentu saja semua pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh Perum Bulog dengan kerja keras menggapai angan-angan sebagai perusahaan “Andalan Ketahanan Pangan Nasional”. Sebab jika tidak, maka bukan tidak mungkin publik akan menduga, bahwa kutu dan ulat itu adalah gambaran dari begitu buruknya tata kelola Raskin oleh Perum Bulog.
Parahnya lagi, jika Perum Bulog tidak segera mengatasi persoalan buruknya kualitas Raskin, maka bukan mustahil kelak publik akan beranggapan, bahwa kutu dan ulat itu “sengaja dipelihara” sebagai perwakilan dari kutu dan ulat yang sebenarnya. Naa’udzubillaaminzaliq, semoga saja Publik dan Gakin tidak akan pernah beranggapan seperti itu. (Redaksi)*

http://danilbarak.blogspot.com/2013/03/kutu-ulat-gerogoti-raskin_8156.html 

Beras Raskin di Tasikmalaya Mirip Nasi Aking

11 Maret 2013

TEMPO.CO, Tasikmalaya -Beras bantuan untuk rakyat miskin (raskin) di Kelurahan Cigantang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, berkualitas jelek. Kondisi beras mirip nasi aking, bulir beras berwarna kuning dan kusam.

Masyarakat penerima raskin mengembalikan beras tersebut kepada petugas kelurahan. "Kayak nasi yang sudah dijemur atau nasi aking, warnanya kayak itu. Warga tak mau nerima," kata staf penyalur beras raskin Kelurahan Cigantang, Dian Tasdian, saat ditemui di kantor kelurahan, Senin 11 Maret 2013.

Menurut dia, tidak semua warga mendapat beras jelek. Hanya beberapa kepala keluarga saja. "Sudah ada 25 karung beras yang dikembalikan warga sampai Senin pagi," kata dia.

Mendapati berasnya jelek, pihak kelurahan sudah menghubungi Depot Seksi Logistik (Dolog) Tasikmalaya. Kata dia, Dolog akan menggantinya. "Namun saya kumpulkan dulu barangkali ada warga yang berasnya rusak dan mau mengembalikan," jelas Dian.

Beras raskin ini tiba di kelurahan pada Jumat, 8 Maret 2013. Kelurahan Cigantang menerima 982 karung beras. Diaa menduga, beras tersebut terendam air sebelum didistribusikan. Sehingga kondisinya rusak. "Mungkin sawahnya terendam banjir," duga Dian.

Seorang warga yang mengembalikan beras, Jonny mengatakan, beras raskin yang diterimanya tak layak dikonsumsi. Tekstur beras mirip nasi aking. "Ketika direndam air, berasnya malah mengembang. Kayak nasi aking," dia menjelaskan saat ditemui di Kantor kelurahan. Dia mengembalikan 3 dari 18 karung beras yang dibelinya. "Yang lain bagus, hanya yang tiga ini jelek." (Baca berita-berita penyelewengan raskin DI SINI)

CANDRA NUGRAHA

http://www.tempo.co/read/news/2013/03/11/173466335/Beras-Raskin-di-Tasikmalaya-Mirip-Nasi-Aking

Senin, 11 Maret 2013

11 Tersangka Kasus Bukopin Belum Diseret Ke Pengadilan

11 Maret 2013

Padahal Kasusnya Ditangani Kejagung Sejak 2008

RMOL. Kasus dugaan korupsi kredit Bank Bukopin untuk pengadaan mesin pengering gabah tak kunjung bergulir ke pengadilan. Padahal, kasus ini telah ditangani Kejaksaan Agung sejak 2008.

Kendati begitu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, kejaksaan tidak main-main dalam mengusut penyelewengan kredit ini. Selain menyita 45 mesin pengering gabah dari Divisi Regional Badan Urusan Logistik (Divre Bulog) Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusat Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan, Kejagung juga masih memeriksa para tersangka dan saksi-saksi.

“Sepanjang pekan lalu, ada pemeriksaan saksi-saksi dan tersangka,” katanya pada Jumat (8/3) lalu. Tapi, Untung tidak mau menyebutkan identitas para saksi yang diperiksa itu. Dia hanya menyatakan, pemeriksaan ditujukan guna mempercepat penuntasan perkara.

Dia menambahkan, saksi-saksi dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara tersangka. Demikian pula pemeriksaan tersangka, ditujukan guna mengkonfrontir keterangannya dengan keterangan tersangka lain.

Untung juga belum mau menyampaikan hasil pemeriksaan. Dia menyatakan, saksi-saksi baik staf sampai petinggi Bukopin berinisial GG, telah dimintai keterangan. Pemeriksaannya berkaitan dengan kebijakan pencairan fasilitas kredit Bukopin.

Saksi dari luar Bukopin yang dimintai keterangan intensif ialah Direktur Operasi Bulog Bambang Budi Prasetyo serta Kepala Divisi Regional (Kadivre) Bulog.

Kesaksiannya juga diperlukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka. Pemeriksaan saksi juga menyentuh pihak konsultan pengadaan mesin pengering gabah.

Sedangkan  tersangka yang terus dihimpun keterangannya adalah, staf Bukopin Harry Harmono, Account Officer Bukopin Zulfikar Kesuma Prakasa, Manajer Divisi Kredit Agribisnis Bukopin Elly Woeryandani, Manager Pengembangan Bukopin Suherli. Tersangka lainnya adalah bekas anggota Komite Kredit Bank Bukopin, Linson Harlianto, Eddy Cahyono, Dhani Tresno, Aris Wahyudi, Anto Kusmin dan Sulistiyohadi, serta kuasa Direktur PT Agung Pratama Lestari (APL) Gunawan NG. Jadi, sudah ada 11 tersangka kasus ini.

Menurut Untung, penyidik mesti menuntaskan kasus ini. Soalnya, kejaksaan tidak mau dinilai memiliki beban tanggungan perkara. Soalnya, kasus ini sudah ditangani sejak 2008. “Sekarang penyidik tinggal melanjutkan pengusutan perkara,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.

Untung beralasan, lambannya pengusutan perkara dipicu panjangnya waktu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil audit ini merupakan hal vital. Setidaknya, memberi keyakinan bahwa benar ada penyelewengan kredit dalam kasus ini. “Audit BPKP jadi pedoman dalam menentukan langkah hukum,” katanya.

Mengenai tak kunjung ditahannya para tersangka, Untung mengatakan, penahanan merupakan kewenangan penyidik. Bila penyidik yakin tersangka tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana yang dituduhkan, tidak perlu ada penahanan. “Apalagi selama ini, para tersangka kooperatif. Tidak menyulitkan penyidik,” ucapnya.

Sebaliknya, bila penyidik merasa perlu menahan para tersangka, pasti akan dilakukan. Merujuk penanganan kasus tersebut, tidak tertutup kemungkinan para tersangka ditahan dalam waktu dekat. Dia menepis kabar, belum adanya penahan dilatari adanya tersangka yang buron ke luar negeri.

Menurutnya, begitu ada penetapan status tersangka, secara otomatis status cegah ke luar negeri berlaku. Intensitas pemantauan dengan sendirinya mempersempit ruang gerak tersangka untuk kabur ke luar negeri.

Kasus ini terjadi saat Bank Bukopin menyalurkan kredit ke PT APL sebesar Rp 69,8 miliar. Pencairan kredit pada 2004 itu dilaksanakan tiga tahap.

Ketika mengajukan kredit, PT APL berencana menggunakan dana kredit untuk pengadaan 45 unit alat pengering gabah (drying center) di Divre Bulog Jateng, Jatim, Bali, NTB dan Sulsel.

Berdasarkan perencanaan proyek, APL menggunakan mesin produk Taiwan, merk Global Gea. Namun mesin yang dibeli, menurut Kejagung, bermerk Sincui. Bersamaan dengan itu, pembayaran kredit macet. Total kredit macet beserta bunganya, ditaksir Kejagung, mencapai Rp 76,24 miliar.

REKA ULANG
Tudingan Kerugian Negara Jadi Perdebatan

Menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, penyidik sudah turun ke 35 kabupaten di lima provinsi untuk melakukan penyitaan sejumlah dokumen dan barang-barang terkait kasus kredit Bank Bukopin ini.

Lima provinsi itu yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.

Penyidik, lanjut Adi, juga sudah pernah memeriksa bekas Direktur Utama Bank Bukopin Sofyan Basyir sebagai saksi. “Dia pernah diperiksa sebagai saksi,” kata bekas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung ini.

Sofyan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kasus ini kepada aparat penegak hukum. “Kita serahkan ke proses hukum saja,” katanya.

Pada Senin, 3 September 2012, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto mengatakan, penyidikan kasus Bukopin berjalan lambat karena kejaksaan menerima hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai kepemilikan saham pemerintah di bawah 50 persen di Bukopin, yang dianggap tidak mengandung kerugian negara.

Dalam perkembangannya, Kejaksaan Agung seperti mendapatkan angin segar dari kasus pembobolan dana PT Elnusa sekitar Rp 111 miliar yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat. Pada kasus Elnusa, kata Andhi, meskipun saham pemerintah di bawah 50 persen, namun dapat disidangkan.

“Sekarang, sudah ada semacam yurisprudensi, ada perbandingannya di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam kasus Elnusa itu, saham pemerintah kecil, tapi sudah dianggap sebagai kerugian keuangan negara,” katanya.

Pada Selasa 4 September 2012, Sofyan Basyir menyampaikan, pihaknya sudah memberikan klarifikasi kepada aparat penegak hukum. Bahkan, menurutnya, dalam perkara ini tidak ada kerugian keuangan negara. “Sebab, waktu itu Bukopin bukan BUMN. Kepemilikan saham negara hanya 18 persen, kepemilikan saham pemerintah 22 persen. Sisanya swasta. Artinya, tidak ada negara dirugikan,” katanya saat dihubungi.

Karena saat itu Bank Bukopin bukan BUMN, menurut Sofyan, maka aneh bila disebut ada kerugian negara dalam perkara ini. “Kecuali anggarannya dari APBN, nyatanya bukan,” tandas pria yang kini menjabat Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini.

Sofyan menambahkan, pada tahun 2004, dirinya sudah pernah dimintai keterangan sebagai saksi selaku pejabat Bank Bukopin. “Saya jelaskan semua, prosedur maupun manajemen dalam persoalan tersebut,” ucapnya.

Dia berharap, penegak hukum menjunjung azas keadilan dalam menangani kasus ini. “Biar hukum benar-benar menunjukkan keadilan. Saya berharap aparat penegak hukum menegakkan keadilan,” katanya.

Jika Berputar-putar, KPK Bisa Ambil Alih
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator LSM Gerak Indonesia

Koordinator LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mahjuddin menyatakan, Kejaksaan Agung tidak boleh memperlambat pengusutan kasus kredit Bank Bukopin ini.

Dia pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih perkara tersebut. Soalnya, kasus ini telah ditangani kejaksaan sejak 2008, tapi para tersangkanya belum dibawa ke pengadilan. “Kasus ini sudah mangkrak lama,” katanya.

Akhiruddin juga menyarankan Kejaksaan Agung mempercepat penyelesaian kasus tersebut. Bila tidak, dia khawatir muncul penilaian buruk masyarakat terhadap kinerja kejaksaan dalam menangani kasus Bukopin.

Ia pun merasa janggal melihat sikap Kejaksaan Agung. Soalnya, kendati mengaku serius menggarap kasus ini, Kejagung tak kunjung menahan dan membawa para tersangka ke penuntutan. Kesannya, pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi masih berkutat pada persoalan yang itu-itu saja.

“Belum ada kemajuan dan langkah hukum yang konkret. Sepertinya hanya berputar-putar,” tegasnya.

Dia berharap Kejaksaan Agung terpacu untuk mengambil tindakan tegas dan cepat menahan serta melimpahkan para tersangka ke penuntutan. Menurutnya, para tersangka sudah sangat menikmati kebebasannya.

Dia khawatir, kondisi tersebut disalahgunakan pihak tertentu. Bisa jadi, tersangka menjadi obyek pemerasan oknum tertentu. “Proses hukum yang berlarut-larut, bisa membuat tersangka menjadi obyek penderita. Padahal, orang yang berstatus tersangka belum tentu bersalah,” katanya.

Menurut Akhiruddin, organisasinya sempat meminta KPK menindaklanjuti perkara ini. “Bila kejaksaan tak segera menyelesaikan kasus ini, kami akan meminta KPK untuk mengambil alih penanganannya,” tandas dia.

Jangan Nuduh Tanpa Pondasi Lho
Rindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono menilai, Kejaksaan Agung sudah cukup profesional dalam menangani perkara. Tapi, dia mengingatkan kejaksaan agar memegang komitmen memberantas tindak pidana korupsi. Caranya, tuntaskan perkara-perkara korupsi yang telah mereka tangani. Apalagi yang telah ada tersangkanya, seperti kasus kredit Bukopin ini.

Menurut Rindhoko, persoalan lambatnya penanganan kasus ini didasari hasil audit BPKP bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara tersebut (baca reka ulang). “Tapi, polemik itu tidak boleh menjadi alasan tidak menyelesaikan perkara,” katanya.

Terlebih, kejaksaan punya argumen yang diikuti bukti-bukti tentang dugaan korupsi dalam kasus ini. Kejaksaan, lanjutnya, juga bisa merujuk pada kasus pembobolan dana PT Elnusa yang bergulir ke Pengadilan Tipikor Bandung. Padahal, saham negara di Elnusa di bawah 50 persen.

Jadi, menurut Rindhoko, kejaksaan bisa membawa kasus Bukopin ini ke Pengadilan Tipikor. “Yang penting, jangan sekadar menuduh tanpa ada pondasi,” kata anggota DPR dari Partai Geridra ini.

Dia pun meminta semua pihak agar tidak memvonis para tersangka bersalah. Soalnya, sangkaan yang dilontarkan kejaksaan belum terbukti di pengadilan. Rindhoko juga meminta masyarakat tidak menilai buruk kinerja kejaksaan. Soalnya, kejaksaan mesti hati-hati menangani kasus ini, lantaran masih ada perdebatan soal kerugian negara.

“Semangat penegakan hukum bukan terletak pada mencari siapa yang benar atau salah. Melainkan, mencari keadilan bagi yang berhak mendapatkannya.”

Dia menggarisbawahi, selama ini masih banyak kendala pengusutan perkara korupsi.

Termasuk lamanya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengeluarkan hasil audit. Tapi, Rindhoko memahami kenapa hasil audit lama keluarnya. “Persoalan ini mungkin dipicu banyaknya audit yang harus diselesaikan, dan jumlah penyelidik BPKP yang minim,” ucapnya.

Kendala lain dalam mengaudit, sambung Rindhoko, yakni menyangkut standar baku operasi yang menganut prinsip kehati-hatian ekstra serta integritas personel BPKP.

Profesionalisme itu, sebut dia, kadang masih dipengaruhi intervensi pihak tertentu.
Jadi, persoalan audit menjadi semakin kompleks. Kompleksitas persoalan tersebut, semestinya menjadi perhatian serius. Pihak-pihak berkompeten, hendaknya tak ragu-ragu memperbaiki mekanisme audit. Tujuannya, tentu mendukung program pemberantasan korupsi. [Harian Rakyat Merdeka]

http://www.rmol.co/read/2013/03/11/101750/11-Tersangka-Kasus-Bukopin-Belum-Diseret-Ke-Pengadilan-

Para Ketua RT Minta Bulog Timbang Ulang Raskin

10 Maret 2013

Terkait Penyusutan Beras Miskin
Para Ketua RT Minta Bulog Timbang Ulang Raskin

CIKAJANG, (GE).- Para ketua RT di lingkungan RW 03 Desa Mekarjaya Kecamatan Cikajang mengeluhkan menyusutnya jumlah Raskin yang diterima. Menurut mereka, penyusutan tersebut sangat merugikan masyarakat.
Seperti yang diutarakan Ketua RT 08, Saepuloh. Menurutnya, rata-rata setiap karung dengan berat 15 kg, berkurang 2 sampai 2,5 kg. Tentu saja hal tersebut sangat merugikan bagi para ketua RT yang bertugas mendistribusikannya kepada masyarakat. Sementara, penyusutan jumlah beras tersebut, tetap harus dibayarkan kepada Bulog.
“Kumaha nya, janteun bingung para ketua RT teh. Ari bayar kedah full sementara beasna oge teu full,” keluh Saepuloh saat berbincang-bincang dengan GE, Sabtu malam (2/3).
Kebingungan para ketua RT, lanjut Saepuloh semakin bertambah tatkala kuota Raskin per desa dikurangi. Otomatis, pengurangan kuota raskin per desa tersebut berpengaruh pada jumlah yang didistribusikan ke masing-masing RW dan RT.
Foto raskin/Net

Hal senada diungkapkan ketua RT 03 RW 03, Endang. Penyusutan dari setiap karung raskin dinilainya sudah melampaui batas. Sebab, kalau pun karung raskin tersebut bocor, sepertinya tidak akan sebanyak penyusutan yang ada.
“Kalau pun memang karung sobek, saya kira penyusutan yang ada tidak akan sebanyak ini. Kecuali, karungnya sengaja disobekkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelas Endang yang diiyakan para ketua RT yang lain.
Oleh karena itu, para ketua RT berharap, ke depannya Bulog melakukan timbangan ulang raskin yang akan didistribusikan. Jangan sampai merugikan masyarakat kecil. “Kalau bisa, kami berharap, pihak Bulog bisa melakukan timbangan ulang raskin yang akan didistribusikan kepada masyarakat,” pinta Sutarman, selaku Ketua RT 06 dengan tegas.
Salah seorang tokoh masyarakat RW 03, Sukmana menambahkan, dengan adanya penyusutan raskin yang tidak wajar ini, perlu ada tindakan tegas dari pemerintah dalam hal ini Bulog. Sebab, kalau dibiarkan terus, dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Bisa-bisa terjadi konflik di masyarakat kalau tidak segera ditangani. Perlu penanganan yang jelas dan tegas dari pemerintah,” tegas Sukmana. (Taufik)***

http://www.garut-express.com/2013/03/para-ketua-rt-minta-bulog-timbang-ulang.html

Mafia Pupuk Penyebab Hancurnya Ketahanan Pangan

9 Maret 2013

Account sosial media twitter yang menamakan dirinya @TrioMacan2000 kembali merilis pernyataan tajamnya. Kali ini @TrioMacan2000 menyoroti jejaring Mafia Pupuk Indonesia. Ia menganggap jejaring Mafia Pupuk sebagai penyebab utama yang menghancurkan produksi tanaman pangan di Indonesia. Mafia Pupuk ini penyebab utama terjadinya kemiskinan para petani Indonesia yang berjumlah 28 juta jiwa dan keluarga petani dengan jumlah total 97 juta jiwa.
Kemudian @TrioMacan2000 menyatakan bahwa Mafia Pupuk ini juga penyebab utama melonjaknya impor produk pertanian pangan seperti beras, kedelai, jagung, kacang-kacangan, buah-buahan dan yang lainnya. Dan menganggap Mafia Pupuk ini juga penyebab utama jebolnya APBN akibat subsidi ketahanan pangan yang setiap tahun meningkat (42 Triliun pada tahun 2012 ini).

Tidak kalah kerasnya, @TrioMacan2000 menuding Mafia Pupuk ini juga penyebab utama hancurnya kesuburan 5.7 juta Ha sawah di Indonesia, termasuk terkontaminasinya bahan kimia berbahaya. Mafia Pupuk ini yang juga melakukan penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri yang mengakibatkan negara dan petani rugi triliunan per tahun. Mafia Pupuk ini juga yang bermain kotor di jaringan distribusi pupuk nasional yang sebabkan kelangkaan pupuk setiap dimulai musim tanam. Mafia Pupuk ini yang juga menghancurkan setiap ada program penyuburan lahan sawah dan program peningkatan produksi pertanian yang diusulkan. Yang kemudian @TrioMacan2000 menyimpulkan bahwa Mafia Pupuk inilah yang hancurkan ketahanan dan kedaulatan Pangan Indonesia selama ini. Menyebabkan Indonesia rentan/lemah di sektor pangan.
@TrioMacan2000 mencoba mengurai siapakah mereka yang jadi aktor-aktor utama Mafia Pupuk Indonesia yang seharusnya menjadi musuh bangsa No. 1 dan pantas dihukum mati.
Dalam paparannya @TrioMacan2000 menyampaikan bahwa aktor-aktor utama Mafia Pupuk itu adalah pejabat-pejabat tinggi Kementan (Kementerian Pertanian) RI, pengusaha-pengusaha pupuk an-organik, pejabat-pejabat BUMN pupuk, pejabat-pejabat di kementerian BUMN Bidang Pangan, para pengusaha distribusi pupuk dan anggota DPR RI Khususnya komisi IV, VI dan Banggar DPR. “Mereka adalah Mafia-mafia pupuk di Indonesia” pernyataan yang dirilis @TrioMacan2000 pada account twitternya.
Lebih lanjut @TrioMacan2000 menguraikan modus operandi Mafia Pupuk ini dalam menghancurkan ketahanan pangan Indonesia. Pertama, @TrioMacan2000 mengkritisi subsidi pupuk & ketahanan pangan pada APBN. Dimana pada tahun ini subsidi pupuk 17 triliun dan pangan 42 triliun. Anggaran subsidi APBN yang 17 & 42 Triliun tersebut belum termasuk 2 Triliun dana cadangan yang dianggarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dan diluar subsidi energi.
@TrioMacan2000 mengupas bahwa untuk memproduksi pupuk dibutuhkan Bahan Bakar Gas yang luar biasa besar yang harganya juga disubsidi oleh negara via APBN. Jadi, subsidi uang rakyat/negara untuk program ketahanan pangan total lebih dari Rp. 60 triliun/ tahun. No. 2 terbesar setelah subsidi BBM.
Seperti yang dirilis @TrioMacan2000 menyatakan “Itulah sebabnya, dulu Wapres Jusuf Kalla marah besar ketika tahu besarnya subsidi pangan ini tapi tetap tidak mampu wujudkan Indonesia melakukan swasembada pangan. Sampai-sampai JK minta subsidi puluhan trilun itu dihapuskan saja, daripada jadi sumber korupsi, mending dana subsidi pangan itu dialihkan untuk impor.” @TrioMacan2000 menekankan bahwa usaha JK itu pun kandas. Kalah oleh mafia pangan/pupuk yang tangan kekuasaannya sampai ke Istana, cikeas, DPR dan partai-partai.
Kembali ke Mafia Pupuk/pangan RI, @TrioMacan2000 mencoba mengurai tentang profile siapakah aktor-aktor utamanya? Menurut @TrioMacan2000, yang nomor satu dalam jejaring Mafia Pupuk itu adalah Menteri Pertanian RI, Suswono. Dia adalah mafia pupuk utama Indonesia. Suswono yang asal PKS ini awalnya adalah ketua komisi IV, sebelumnya juga pengusaha pupuk dan importir sapi. Suswono mulanya hanya mafia kecil.
Kemudian pernyataan lebih lanjut, @TrioMacan2000 menyampaikan bahwa Mafia Pupuk berikutnya adalah Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan RI Gatot Anggoro. Dia ini mafia sangat licik dan korup. “Jika Mentan Suswono banyak terima suap dari pengusaha-pengusaha / produsen pupuk an-organik seperti PT. Acidatama cs, Dirjen Gatot mainnya beda. Gatot selain terima suap dari pengusaha-pengusaha pupuk, juga komisaris utama BUMN petrokimia Gresik, bermain di import fosfat dari luar negeri utamanya Jordania” pernyataan yang disampaikan @TrioMacan2000 dalam kicauan di twitternya.
@TrioMacan2000 menerangkan bahwa iImpor fosfat Indonesia terbesar dari yordania. Modus yang dilakukan adalah dengan harga dimark up dan speksifikasi yang beda. Dirjen Gatot juga terima fee dari importir-importir fosfat (bahan baku pupuk). Dirjen Gatot Anggoro ini sering bolak balik ke Jordania temui BUMN & perusahaan fosfat terbesar disana. Kolusinya diatur di Yordania.
Masih lanjut perihal aktor-aktor utama Mafia Pupuk, @TrioMacan2000 menyatakan Tokoh Mafia Pupuk di Kementan RI berikutnya adalah Aziz Hidayat, sang Irjen Kementan RI yang juga Komisaris Utama di BUMN PT. Shang Hyang Seri. Tugas Aziz Hidayat ini adalah mengamankan semua praktek Mafia, korupsi dan suap di Kementan RI.
Kembali @TrioMacan2000 menyimpulkan bahwa Tiga Pejabat Tinggi Kementan inilah yang dijuluki 3 Don Mafia Pupuk /Pangan di Kementan sebagai penyebab utama kehancuran ketahanan Pangan Indonesia. Pejabat-pejabat tinggi Kementan RI lainnya berada di bawah 3 Don Mafia ini. “Adakah Don Mafia Pupuk/Pangan Indonesia yang lain? Ada !” @TrioMacan2000 kembali memberikan pernyataan. Don Mafia Pupuk/Pangan yang lebih besar dan hebat daripada 3 Don Mafia tersebut adalah Soetarto Alimoeso (Dirut BULOG) & Jusuf (staff khusus SBY).
Tentang Soetarto Alimoeso ini juga dibeberkan oleh @TrioMacan2000. Dia adalah mantan Dirjen Tanaman Pangan. Sangat sakti karena teman SMA dan sohib dekat SBY. Saking sakti dan hebatnya Soetarto Alimoeso ini, KPK, Kejagung, Mentan RI bahkan Men BUMN RI pun tak berani sama Soetarto. Itu sebabnya, korupsi gila-gilaan di BULOG terutama terkait impor beras, beras raskin, distribusi beras dan lain-lain, aman tak terungkap.
Kembali @TrioMacan2000 menjelaskan bahwa Soetarto Alimoeso ini juga jadi tempat mencari jabatan dan perlindungan bagi direksi-direksi BUMN Bidang Pangan & Pupuk. Banyak antek-anteknya di BUMN-BUMN itu. Bahkan Dirjen Gatot yang pernah bolak balik dipanggil KPK pun bisa diamankan oleh Soetarto Alimoeso ini. “Sakti Mandraguna..” @TrioMacan2000 menegaskan. Terakhir, mega korupsi di BUMN PT. Shang Hyang Seri dan PT. Pertani sebesar 1.2 Triliun dan 800 Milyar (pupuk dan benih) bisa diamankan. BULOG memang terkenal sejak jaman Orba sebagai mesin uang penguasa. Partner utama cuci uang korupsinya adalah Bank Bukopin.
Kembali ke Mafia Pupuk/Pangan RI, @TrioMacan2000 memberikan pernyataan lebih keras. @TrioMacan2000 menyatakan bahwa Mafia Pupuk sebenarnya adalah pengkhianat-penghianat negara No. 1. Lebih kejam & zalim dibandingkan PKI dulu. Mafia-mafia Pupuk ini sudah berkuasa sejak puluhan tahun yang lalu. Akarnya sudah kemana-mana. Siapa pun rezimnya, termasuk SBY bisa mereka beli.
Lahan sawah Indonesia yang lebih 5.7 juta hektar sudah lama sakit parah dicecoki pupuk-pupuk kimia. Lahan sawah makin tak subur, kurus & beracun. Setiap ada usaha atau program untuk menyuburkan kembali lahan sawah yang sudah tidak produktif itu, selalu dihancurkan oleh para Mafia Pupuk. BUMN-BUMN Pupuk dan pengusaha-pengusaha pupuk seperti (acidatama, Is Hartanto, Josua dll) bersatu padu menghancurkan program-program penyehatan lahan sawah RI. Bagi mereka, lahan sawah yang sakit dan sudah tidak produktif TIDAK BOLEH disuburkan kembali, apalagi dengan menggunakan pupuk organik.
Dalam uraian lebih lanjut, @TrioMacan2000 menyatakan bahwa lahan sawah yang sakit dan kurus itu dipaksa untuk terus menerus memakai pupuk anorganik/kimia yang setiap tahun semakin besar konsumsinya. Akibatnya, lahan-lahan sawah di Indonesia semakin beracun, produktifitas tidak naik-naik. Petani tidak bisa sejahtera. Program pemulihan kesuburan lahan via pupuk organik / non kimia dipastikan akan mengurangi pangsa pasar pupuk anorgonik secara signifikan.
Jika itu terjadi, maka Mafia Pupuk yang sudah menikmati keuntungan luar biasa besar, termasuk subsidi 17 -19 triliun per tahun, akan rugi. Padahal penggunaan pupuk organik dan biodekomposer secara kontinyu akan mampu pulihkan kesuburan lahan sawah, tingkatkan produksi, memperkuat daya tahan hama, mengurangi produksi karbon (CO2) dan yang pasti mengurangi pemakaian pupuk kimia/anorganik.
Tentu penggunaan pupuk organik dan biodekomposer ini menjadi ancaman sangat serius bagi kelangsungan bisnis pupuk kimia/anorganik tadi. Menurut @TrioMacan2000 segala cara dilakukan oleh para produsen pupuk kimia tadi. Termasuk menyuap dan lobi sampai ke jantung kekuasaan : istana/cikeas. Disamping menyuap Mentan Suswono dan pimpinan Komisi IV DPR, Mafia Pupuk ini juga melakukan lobi Presiden via Soetarto & Jusuf (staf khusus SBY Bidang Pangan). Karena itu, jangan bermimpi Indonesia bisa swasembada pangan apalagi surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 yang akan datang.
Selanjutnya @TrioMacan2000 menyatakan, Rencana MenBUMN Dahlan Iskan yang mau dukung target surplus 10 juta ton beras itu, juga percuma, sia-sia, mengibul dan buang-buang uang 9 Triliun. Dan program pembukaan 100.000 ha lahan sawah baru oleh Dahlan Iskan itu hanya akan jadi sarang korupsi baru. Bancakan baru. Lihat saja, dari target 100,000 Ha lahan sawah baru yang dicanangkan Dahlan Iskan, baru 3,000 ha yang tersedia dan… MANDEK !!
Presiden SBY memang sangat lemah dalam penegakan hukum. Tidak berkutik melawan para mafia di semua sektor kehidupan Indonesia. “Tanpa pemberantasan terhadap MAFIA PUPUK di Indonesia, jangan harapkan Indonesia akan mampu kembali swasembadapangan apalagi surplus beras 10 juta ton. MIMPI !” ungkap @TrioMacan2000 dalam kiacauan di twitternya.
Tanpa memecat Mentan, Dirjen PSP, Irjen Kementan yang sudah disuap puluhan milyar oleh pengusaha-pengusaha pupuk, jangan harap RI bisa surplus beras. Bahkan, @TrioMacan2000 memperjelas, bahwa dari informasi yang diterima, suap puluhan milyar dari produsen-produsen pupuk kimia kepada Mentan cs itu ada rekaman transaksi suapnya. Tanpa diketahuinya, suap ke Mentan dan pejabat-pejabat tinggi Kementan RI tersebut ternyata direkam oleh mikro kamera tersembunyi oleh mafia-mafia pupuk. Kini Mentan dan pejabat-pejabat tinggi Kementan itu tersandera, dipaksa ikuti kemauan para produsen-produsen pupuk kimia itu.
Lebih lanjut @TrioMacan2000 mengungkap bahwa apalagi Pimpinan Komisi IV. Bukannya anti suap, malah memaksa minta suap. Ketua Komisi IV DPR, Romy Romahurmuzzy malah minta suap 10%. @TrioMacan2000 memberikan contoh pPada proyek pengadaan benih terakhir senilai 200 milyar, ketua Komisi IV memaksa minta suap 10% alias 20 milyar dari para pengusaha. Ada mafia anggaran yang paling top di DPR yaitu Tamsil Linrung dan Soeripto, keduanya elit PKS, penguasa proyek di Kementan RI.
Dalam penuturan diakhir pernyataannya, @TrioMacan2000 menyatakan bahwa Mafia Pupuk di Indonesia ini kayak parasit negara. Menghancurkan ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. APBN habis, hasil NOL BESAR ! Akibatnya, Indonesia terpaksa Impor pangan besar-besaran. Proyek lagi. Dikorupsi lagi. BUlog Cs yang bermain. Mafia Pupuk/Pangan ini SANGAT BERBAHAYA. Musuh dan pengkhianat bangsa. Harus dibasmi.
Sumber: @TrioMacan2000 www.theglobal-review.com

Sumber : MAPPAN (Mitra Petani Padi Organik Nusantara)

http://hkti.org/2013/03/09/mafia-pupuk-penyebab-hancurnya-ketahanan-pangan.html

Warga Brandan Keluhkan Raskin Tak Layak Konsumsi

9 Maret 2013

P Brandan-andalas Puluhan warga Gg Anggrek Lingkungan IV Kelurahan Brandan Timur Baru, Kecamatan Babalan,  Kabupaten Langkat, merasa kecewa karena mendapat beras yang tak layak dikonsumsi. Warga memerotes dan mendatangi kediaman Kapling IV, Selasa (5/3).

Salah seorang warga yang mendapat jatah Raskin tersebut mengatakan, mau tidak mau beras harus diambil, sebab telah dibayar terlebih dahulu.

“Kami minta untuk ke depan pihak Bulog memberikan beras yang layak untuk dimakan. Sudahlah kami orang miskin dapat pula beras yang tak layak dimakan,” ungkapnya.

Kepala Lingkungan IV Kelurahan Brandan Timur Baru Syahminan mengatakan, beras yang diterima dari Bulog tidak layak untuk dikonsumsi.”Saya menerima aspirasi warga Lingkungan IV yang menyatakan beras miskin tersebut tidak layak dikonsumsi. Setelah mengecek beras yang ditunjukkan salah seorang warga, ternyata benar beras tersebut tidak layak untuk dimakan. Warnanya sudah agak kehitaman dan berdebu,” ujar Syahminan.

Syahminan menambahkan bahwa baru pertama kali mendapat beras miskin yang tak layak dikonsumsi tersebut seraya menambahkan sudah 40 goni telah disalurkan kepada warganya. Sebagian jatah berasnya telah dikonsumsi karena tidak memiliki stok beras lagi dan sebagian lagi dibagikan kepada hewan ternak.

”Mau tak mau beras tersebut sebagian kami makan karena uang kami tidak cukup untuk membeli beras lagi,” ungkapnya kepada andalas.

Sekcam Babalan Faisal  Rizal Matondang S Sos saat dikonfirmasi andalas mengatakan,  akan menyelesaikan masalah tersebut dan akan berkoordinasi dengan pihak Bulog agar beras yang belum disalurkan dihentikan terlebih dahulu.

”Kepada sebagian warga yang sudah menerima jatah raskin tersebut agar mengembalikannya lagi ke Kapling IV Brandan Timur Baru,” harapnya. (DIN)

http://harianandalas.com/Ragam/Warga-Brandan-Keluhkan-Raskin-Tak-Layak-Konsumsi

Impor RI Hanya Memperkaya Negara Eksportir

9 Maret 2013

JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 6 persen dalam lima tahun terakhir ternyata dibarengi dengan meningkatnya kebergantungan pada barang impor, terutama pangan dan bahan bakar minyak.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsumsi dari impor itu lebih banyak dinikmati oleh negara eksportir dan justru memiskinkan rakyat banyak karena merosotnya kinerja industri dan semakin terjepitnya petani Indonesia.

Pada 2012, impor Indonesia meningkat 8 persen menjadi 191,7 miliar dollar AS atau sekitar 1.821 triliun rupiah. Impor pada awal tahun ini juga membuat cadangan devisa dalam dua bulan terakhir merosot menjadi 105,2 miliar dollar AS dari 112,8 miliar dollar AS pada akhir 2012.

Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Awan Santosa, mengemukakan kebijakan dua periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu yang bertumpu pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri membuat ekonomi nasional berada dalam posisi dilematis.

"Impor membuat potensi bangsa melempem, basis agraris hancur, lautan tak potensial, lembah dan gunung dikeruk habis,"kata dia ketika dihubungi, Jumat (8/3).

Menurut dia, kebijakan ekonomi yang semestinya menjadi cara untuk memeratakan pendapatan rakyat dan mengejewantahkan keadilan justru berubah menjadi semata-mata menguntungkan importir, membuat potensi bangsa terabaikan, dan masa depan bangsa tergadaikan.

Peningkatan impor pada 2012 disebabkan oleh meningkatnya impor nonmigas sebesar 9,1 persen dan impor migas naik 4,6 persen menjadi 42,6 miliar dollar AS.

Lima belas komoditas impor nonmigas terbesar mengalami peningkatan impor kecuali gandum-ganduman dan kapas. Struktur impor 2012 masih didominasi oleh impor bahan baku/penolong yang mencapai 73 persen dan barang modal 20 persen. Impor barang modal selama tahun lalu mencapai 38,2 miliar dollar AS atau meningkat 15,2 persen dari tahun sebelumnya. Sementara impor bahan baku/penolong pada 2012 sebesar 140,1 miliar dollar AS, dan impor barang konsumsi 13,4 miliar dollar AS, naik 0,1 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dari lonjakan impor 2011 yang mencapai 34 persen.

Awan menilai pemerintah melupakan kewajiban memberdayakan rakyat banyak sehingga pertimbangan politik menjadi alat untuk memuaskan hasrat ekonomi kelompok penguasa. Petani dan nelayan sebagai soko guru bangsa pelan-pelan mati oleh serbuan pangan impor. Sumber daya alam yang berlimpah ruah tak sanggup diolah menjadi stimulus ekonomi berkelanjutan.

Runyamnya lagi, imbuh pengamat kebijakan publik, John Palinggi, sebagian anggaran negara juga digunakan untuk impor belanja barang pemerintah. "Barang-barang impor pemerintah itu dibeli dengan utang. Rakyat yang bayar pajak akhirnya tidak dapat apa-apa. Upaya mengentaskan kemiskinan pun tidak jelas karena anggaran negara habis untuk impor,"papar John di Jakarta.

John menambahkan hingga saat ini belum ada kebijakan pemerintah untuk secara signifikan menekan impor. Pemerintah cenderung memilih cara-cara instan, contohnya soal impor pangan. "Di bidang pertanian, tidak ada upaya mencetak sawah baru. Akibatnya, impor beras terus-menerus,"ujar John.

Awan juga menyatakan pembangunan tidak lagi berpihak pada kalangan perdesaan sehingga ketika produk pertanian lokal tidak sanggup memenuhi permintaan nasional, impor menjadi andalan. Akibatnya, rakyat secara umum mendapat fluktuasi harga yang sering tidak masuk akal dan kerap merugikan petani lokal.

Selama ini, menurut dia, desa yang semestinya menjadi orientasi pembangunan berubah menjadi sekadar ekses dari pembangunan perkotaan yang dikuasai oleh modus ekonomi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Impor dengan mudah bisa mendatangkan keuntungan penguasa perkotaan, mengalahkan desa sebagai pusat sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Akibat jangka panjang akan hal tersebut, selain ekonomi yang terancam menjadi sekadar pasar bagi produk luar, generasi masa depan menjadi bermental konsumen dan instan. Itulah, menurut Awan, bahaya terbesar bangsa saat ini.

"Saat generasi masa depan kita sudah tidak berurusan dengan produksi, yang penting ada dan cepat, maka saat itulah segala berkat dari Tuhan berupa limpahan SDA hanya akan diperas habis untuk sebesar-besarnya kepentingan pemodal dan asing,"kata Awan.

Bukan Kebetulan
John menilai kebergantungan pada impor bukan terjadi secara kebetulan. Pasalnya, potensi korupsi dari proses impor sangat besar. "Mereka bisa membuat invoice atau faktur dari luar dengan harga yang besar,"jelas dia.

Semestinya, menurut John, pemerintah harus mengubah paradigma pembangunan agar tidak bergantung pada impor yang merusak anggaran negara. "Dampak lain, utang luar negeri kita terus bertambah,"tutur dia.

Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Suroso Imam Zadjuli, mengatakan UUD ‘45 sudah menegaskan bahwa seluruh isi bumi, air, dan tanah harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Karena itu, pemerintah dan DPR harus berani merancang dan meluluskan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa sendiri.

"Pemerintah dan DPR harus berani merancang dan meluluskan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa sendiri. Misalnya soal migas, manfaatkan politik bebas aktif kita dan buat perjanjian ulang dengan perusahaan migas asing yang selama ini menguras kekayaan kita. Insentif marjin dari migas yang lebih fair bisa dipakai untuk membangun industri dalam negeri yang padat modal, padat karya, dan punya nilai tambah,"jelas dia.

Menurut Suroso, strategi pembangunan ekonomi jangan sekadar memasukkan investasi berupa kapital yang lebih padat modal ketimbang padat karya. "Sebab, kalau padat modal, yang untung asing. Makanya, pemerintah harus punya perencanaan pembangunan yang hasilnya benar-benar untuk kepentingan nasional,"papar dia. YK/SB/lex

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/114234/hl