Pemerintah Diminta Tidak Impor Pangan
21 Juni 2013
Kendalikan Harga
Jakarta - Menjadi hal
yang biasa ketika terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan
menjelang puasa maka beberapa harga produk pangan pun akan mengalami
kenaikan. Atas dasar itu, pemerintah diminta tidak melakukan impor
dengan menggunakan dana penghematan subsidi untuk mengendalikan harga
pangan yang bergerak liar tanpa ada kontrol.
Hal diatas seperti yang dikemukakan Ketua Pusat Penasehat Petani
Indonesia Sutrisno Iwantono dalam keterangan tertulisnya di Jakarta,
Rabu (19/6). "Penghematan subsidi BBM menjadi kurang bermakna dan
sia-sia ketika hasil penghematan tersebut justru kita dihabiskan untuk
impor bahan pangan," katanya.
Iwantiono mengatakan tabungan penghematan subsidi BBM selain untuk
BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat), yang terpenting justru
harus digunakan untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri, dengan
meningkatkan gairah petani dalam berproduksi.
Iwantono yang juga Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
(HKTI) ini meminta saving/tabungan yang dieproleh pemerintah dari
kenaikan harga BBM ini yang diperkirakan mencapai diatas Rp80 triliun
dalam satu tahun dapat gunakan dengan benar.
Ia mengatakan upaya untuk mencapai kemandirian pangan mutlak dipacu.
Salah satunya adalah dengan perbaikan infrastruktur pertanian khususnya
jaringan irigasi. Dana penghematan subsidi BBM tersebut bisa digunakan
untuk memperbaiki jaringan irigasi.
Saat ini jaringan irigasi banyak yang rusak parah dan perlu
diperbaiki. Selain itu juga sangat diperlukan pembangunan jaringan
irigasi baru. Dari total areal irigasi sekitar 5,25 juta ha, lebih dari
1,3 juta Ha rusak. "Kalau bisa memperbaiki sekitar 0,5 juta ha saja
akan nyata meningkatkan produksi. Tanpa pembangunan irigasi baru akan
susah kita mencapai kemandirian pangan," katanya.
Pembukaan areal baru tidak kalah penting. Saat ini masih tersedia
potensi lahan sekitar 188 juta ha, dimana 94 juta cocok untuk usaha
tani. Disamping itu, yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan dan
kelancaran penyaluran sarana produksi seperti pupuk, benih, dan
obat-obatan.
Sangat Berlebihan
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Dradjad Wibowo menilai saat ini impor
pangan yang dilakukan oleh Indonesia sudah sangat berlebihan. Ini
membuktikan adanya kegagalan produksi pangan dalam negeri yang harusnya
dibina oleh pemerintah.
"Impor pangan adalah salah satu ironi ekonomi negara ini. Bukan
karena impor harus dilarang, tapi karena impor pangan kita sudah
berlebihan. Faktor penyebab utamanya adalah kegagalan produksi pangan
kita menyamai pertumbuhan permintaan pangan domestik, baik dari
kuantitas maupun kualitas," ujarnya.
Menurut Dradjad, kebijakan produksi pangan sudah menjadi anak tiri
negara sejak lengsernya Presiden Soeharto. Padahal di masa Soeharto,
mulai dari pra produksi, produksi, distribusi, hingga stabilisasi harga
dan teknologi pertanian dan pangan, diberi prioritas kebijakan dengan
anggaran yang mencukupi kebutuhan.
"Terlepas dari kesalahan-kesalahan beliau, Pak Harto menempatkan
kebijakan pertanian dan pangan pada prioritas utama. Contohnya, dulu
kita punya penyuluh pertanian yang andal, sekarang mereka seperti
menjadi warga kelas dua. Dulu kita punya Bimas dan Inmas, sekarang
hilang," jelasnya.
Untuk menekan impor pangan, Dradjad menyatakan, perlunya
mengembalikan kebijakan pertanian dan pangan sebagai prioritas. Selain
itu, pemerintah juga harus mencegah konversi lahan pertanian. "Memang
ada satu yang berbeda, yaitu konversi lahan subur ke non pertanian yang
semakin cepat. Mau tidak mau hal ini harus dicegah dengan intervensi
negara, baik melalui undang-undang maupun instrumen kelembagaan negara,"
paparnya.
Beberapa waktu lalu, pemerintah berada diposisi terdepan untuk
melarang produk hortikultura masuk ke Indonesia. Komoditas tersebut
terdiri dari 13 produk yaitu kentang, kubis, wortel, cabai, nanas,
melon, pisang, mangga, pepaya, durian, bunga krisan, bunga anggrek,
bunga heliconia.
Namun, langkah pemerintah untuk melindungi petani dengan membatasi
produk hortikultura impor mendapatkan hambatan yang cukup berarti.
Pasalnya negara-negara importir merasa dihalangi dengan kebijakan
tersebut, alhasil Indonesia dilapori ke World Trade Organization (WTO).
Dukungan juga diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Hatta Rajasa. Ia menyatakan dukungannya atas langkah yang dilakukan
Menteri Pertanian Suswono dengan memberikan larangan impor terhadap 13
jenis holtikultura selama 6 bulan.
"Kita harus memberikan perlindungan kepada produk-produk hortiluktura
kita, karena menyangkut hajat hidup petani kita di masa mendatang,"
jelas Hatta.
http://www.neraca.co.id/harian/article/29731/Pemerintah.Diminta.Tidak.Impor.Pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar