Rabu, 12 Juni 2013

BULOG JATIM SIAP JADI STABILITATOR DAGING SAPI

12 Juni 2013

Jelang Ramadan dan Lebaran, kini pemerintah mulai menyusun strategi untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok. Salah satunya yakni daging sapi. Dalam kurun sekitar sembilan bulan terakhir, harga daging sapi masih di kisaran Rp 80-90 ribu/kg di pasaran Jawa Timur. Menyikapi itu, Bulog Divre Jatim kini menyatakan siap menjadi stabilitator harga daging sapi.
    Kepala Bulog Divre Jawa Timur, Rusdianto mengatakan belum menerima perintah maupun petunjuk teknis pengelolaan daging sapi impor. Namun, pihaknya mengaku siap jika sewaktu-waktu mendapatkan mandat, termasuk bila daging itu masuk dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
    “Meski kurang dari sebulan tidak perlu dikhawatirkan, kami siap distribusi kalau memang tiba-tiba diperintahkan. Kami akan menyiapkan cold storage untuk daging impor beku,” katanya. Dari data Kementerian Pertanian, impor daging sapi tahun 2013 ini sebanyak 80 ribu ton.
    Untuk impor yang dilakukan Bulog yakni antara 2.000-5.000 ton di luar ketentuan impor. Jika stabilisasi harga dilakukan Bulog, maka diharapkannya harag daging di pasaran dapat stabil di kisaran Rp 70 ribu/kg.
    Ia mengatakan, untuk daging impor, Jawa Timur sebenarnya telah menjadi sentra penghasil daging, sehingga intervensi pasar daging kemungkinan dipusatkan di kawasan Jakarta, Bogor dan Tanggerang. Sehingga bila daging masuk dari Tanjung Perak maka komiditi dikirim ke sasaran intervensi.
    Mengingat waktu Ramadan yang kurang dari sebulan dan permintaan daging yang cenderung meningkat, Kementerian Pertanian menargetkan impor yang dilakukan Bulog dapat dilaksanakan Juni ini. Sehingga pada Juli mendatang harga daging sapi diharapkan dapat normal kembali atau tak melonjak lebih tinggi dari saat ini.
    Penunjukan dua perusahaan BUMN (PT RNI dan Perum Bulog) sebagai stabilitator harga daging sapi merupakan ide dari Menteri BUMN Dahlan Iskan. Upaya itu terinspirasi dari informasi harga daging sapi di Australia yang ternyata hanya Rp 20.000 per kilogram. Bahkan, di Australia ternyata sapi banyak yang ditembaki karena kelebihan populasi.
    Namun, kebijakan pemerintah menugaskan Perum Bulog mengimpor daging sapi guna stabilkan harga juga membuat resah peternak sapi dalam negeri. Misalnya Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) yang menilai kebijakan impor sapi pemerintah tidak lagi konsisten.
    “Impor daging kualitas premium dibebaskan. Sapi bakalan juga mau diimpor Bulog. Ini bakal menggeser target dari kuota yang ditetapkan pemerintah," ujar Ketua Umum PPSKI, Teguh Boediyana.
    Teguh mengatakan, semula pihaknya mendukung keputusan pemerintah menyerahkan tugas impor sapi ke BUMN. Dengan begitu, tidak terjadi rebutan kuota daging impor. Namun, niatan penugasan Bulog untuk menurunkan harga daging impor sapi di pasar menjadi Rp 65.000 per kilogram (kg) itu jelas akan memukul para peternak. Harga sebesar itu ekuivalen sebesar Rp 27.000 kg bobot hidup.
    Padahal, biaya budidaya ternak sapi seperti pembelian bibit para peternak dalam satu tahun terakhir sudah beranjak naik. Kenaikan itu meliputi harga bibit,biaya pakan, obat dan tenaga kerja. "Kalau disuruh menjual dibawah Rp 32.000 per kg bobot hidup sama saja peternak diminta untuk merugi, berkorban buat kepentingan konsumen," ungkapnya.
    Jika nantinya impor dijadikan pilihan, Teguh meminta Bulog menggandeng feedloter skala koperasi dan peternak rakyat, bukan feedloter besar. Jika penggemukan diserahkan kepada koperasi dan peternak tradisional, akan menciptakan nilai tambah. (afr)

http://kominfo.jatimprov.go.id/watch/35648

Tidak ada komentar:

Posting Komentar