Andalkan Pasokan Pangan dari Impor Rawan Gejolak Harga
21 Juni 2013
KURS RUPIAH JEBLOK TERHADAP US$
Jakarta
–Pemerintah jangan terlalu mengandalkan pasokan pangan dari impor.
Pasalnya, saat nilai tukar rupiah rendah, harga pangan di pasar global
rawan gejolak. Oleh sebab itu, sebaiknya mendahulukan komoditas dari
dalam negeri. Impor hanya jalan terakhir bila ketersediaan pasokan
pangan tidak cukup.
“Pemerintah harus diskusi dengan stakeholders sektor pangan
hingga mendapat masukan mengenai kekurangan pasokan pangan dan tidak
salah dalam menutupi pasokan pangan. Kita khawatir impor untuk menutup
kekurangan pasokan pangan terlalu banyak hingga pasokannya berlebih dan
menjadi mubazir,” kata Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)
Winarno Tohir di Jakarta, Kamis(20/6).
Menurut Winarno, nilai impor akan menjadi tinggi apabila kurs rupiah
ini terus melemah dan akan mempengaruhi harga pangan menjadi naik. Oleh
karena itu, diperlukan tata kelola dan pengendalian impor pangan oleh
pemerintah sehingga impor tidak berpengaruh besar terhadap nilai harga
bahan pokok. “Jangan sampai pemerintah mengandalkan impor untuk
mencukupi pasokan pangan tapi tidak melihat efek yang akan terjadi di
masyarakat akibat impor ini,” ujarnya.
Winarno mengingatkan kepada pengusaha impor pangan untuk
memaksimalkan barang lokal lebih dahulu dalam memenuhi pasokan pangan.
Undang-undang Pangan telah menyebutkan bahwa dalam memenuhi pasokan
pangan maka perlu memaksimalkan barang lokal terlebih dahulu
dibandingkan barang impor. “Undang-undang pangan ini harus dipatuhi oleh
pemerintah dan tidak harus mengandalkan impor dalam memenuhi pasakon
pangan ini,” tambah dia.
Dia juga mengungkap, dengan pemenuhan kebutuhan pangan yang bisa
didapatkan dari impor maka hal ini hanya disebut ketahanan pangan, dan
bukanlah swasembada pangan. Indonesia harus mencapai swasembada pangan
hingga terdapat kemandirian dalam pemenuhan pasokan pangan. “Jika
mengandalkan ketahanan pangan ini, apabila kurs rupiah melemah maka akan
ikut terpengaruh terhadap harga barang pangan yang akan naik,” jelas
Winarno.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis
menyatakan, harga kebutuhan pangan dalam negeri akan tetap stabil jika
antara supply dan demand seimbang. “Impor untuk menambah suplai dalam
negeri, jika suplai banyak, harga tentu akan turun sesuai dengan
teorinya”, ujar dia.
Dia menambahkan, jika kebutuhan impor terus meningkat, kebutuhan
dolar untuk membayar impor juga ikut meningkat. “Pengaruhnya terhadap
harga dalam negeri tinggal dihitung saja, berapa banyak impor yang masuk
sehingga harus dibayarkan dengan dolar,” jelasnya.
Harry Azhar menyatakan, pemerintah dihadapi dua pilihan, impor besar
untuk memenuhi kebutuhan dometik namun menghancurkan industri domestik
atau sebaliknya. “Pilih melindungi konsumen atau industri domestik?”,
ujarnya.
Mengenai bagaimana pemerintah mengantisipasi lonjakan impor, Dia
menyatakan semuanya tergantung pada kekuatan pihak-pihak yang melobi ke
Kementerian Pertanian. “Sebut saja seperti kasus Fathanah yang bisa
menambah-nambah kuota impor daging. Dalam hal ini yang menentukan impor
adalah Kementerian Pertanian yang terkait dengan masalah ini.
Kementerian Pertanian mendapat persetujuan dari siapa? Kementerian
Pertanian juga tidak memiliki kisaran jumlah minimal dan maksimal untuk
impor seperti gula, beras”, ujar dia.
Dengan kurs rupiah yang melemah seperti saat ini, menurut Dia, akan
membuat negara importir seperti Indonesia semakin merugi. Namun begitu,
jika rupiah semakin meluncur tak terkendali, menurutnya impor akan
berhenti. Hal ini disebabkan para importir tidak mungkin mampu bersaing
dengan produk lokal jika harga untuk impornya sudah sangat tinggi.
“Misalnya anggap rupiah saat ini Rp 12.000 per dolar dan harga suatu
produk impor memang satu dolar. Tidak mungkin importir tersebut menjual
harga produk tersebut disini senilai harga belinya Rp12.000 juga, pasti
dia tidak dapat keuntungan. Jika harga serupa produk domestik Rp 10.000,
tentu saja ini akan mengakhiri impor,” jelas dia.
Pengamat pertanian, Husein Sawit mengutarakan, nilai tukar rupiah
yang merosot akan mengakibatkan harga bahan pangan impor melonjak
drastis. Apalagi saat saat menjelang bulan Ramadhan dan hari raya
lebaran seperti sekarang. “Jelas permintaan akan semakin tinggi, apalagi
diikuti efek domino yang ditimbulkan akibat kenaikan BBM, seperti
naiknya biaya angkut, biaya giling, upah buruh juga naik,” ujarnya
kepada Neraca (20/6)
Dia menjelaskan untuk menjaga ketersediaan bahan pangan dalam jangka
pendek, pemerintah harus melakukan impor. Sementara itu, untuk produksi
jangka panjang harus mendorong produksi dalam negeri dengan mengurangi
konversi lahan yang saat ini makin besar, perbaikan irigasi. \"Pokoknya
pemerintah haru perbaiki infrastruktur untuk menunjang produksi yang
baik,\" kata dia.
Mengenai suplai yang dijamin pemerintah cukup dengan mengandalkan
impor, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber
Daya Hayati, Diah Maulida mengatakan, yang akan diimpor adalah yang
benar-benar dibutuhkan dan belum cukup dipenuhi dalam negeri. “Misalnya
untuk produk hortikultura yang suplainya kurang. Impor sudah diatur oleh
Kementerian Perdagangan. Masuknya saat puasa dan lebaran,” kata Diah
lewat pesan singkatnya kepada Neraca, Kamis (20/6).
Dengan kurs rupiah yang melemah, nilai impor nantinya akan menjadi
tinggi. Tetapi Diah menjelaskan bahwa pada umumnya barang-barang yang
diimpor harganya jauh di bawah harga lokal.
Dalam realisasinya, Diah mengakui, bahwa tahun lalu terjadi
keterlambatan di dalam importasinya. “Untuk Semester II ini, semua izin
impor untuk beberapa jenis hortikultura sudah keluar. Tinggal
pelaksanaannya nanti Juli,” kata dia.
Terdapat tiga belas jenis hortikultura yang akan diimpor, kata Diah.
“Tentunya yang kita ketahui bawang putih sudah kita lepas, dan beberapa
komoditi sudah sama sekali tidak diatur. Yang masih (rawan harganya
melonjak) memang cabe, bawang merah, kemudian buah-buahan seperti
pisang, lalu kentang, wortel,” kata dia.
Namun di samping itu, lanjut Diah, ada beberapa juga yang sama sekali
tidak perlu impor. Pemerintah berjanji akan tetap melakukan
evaluasinya. Kalau ternyata pasokan kurang, maka akan terus ditambah
suplainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar